Kamis, 16 Oktober 2014

PEMBERKATAN HEWAN PELIHARAAN



Nggak sengaja lihat berita tentang pemberkatan hewan di TV…. Jadi kepikiran kira-kira mungkin nggak ya Paroki Wonosari mengadakan pemberkatan semacam itu?

Bagi saya hewan peliharaan terutama anjing sudah seperti anak saya sendiri. Jadi kalau saja anjing-anjing saya diberkati oleh Romo, pastinya mommynya senang banget …he..he…he… Setiap pagi atau malem doggy-doggy saya juga ikut duduk manis setiap saya berdoa sepertinya sih ikut berdoa. Saya yakin banyak umat Katolik yang merasakan hal yang sama, menganggap hewan-hewan itu seperti anggota keluarga sendiri.

Tanggal 4 Oktober juga diperingati sebagai hari satwa sedunia, peringatan ini mengacu pada peringatan Santo Fransiskus Asisi. Di Filipina bahkan beberapa paroki di Jakarta ikut merayakannya. Kalau di Vatikan, Spanyol atau di beberapa negara Amerika pemberkatan hewan dilakukan pada saat peringatan Santo Antonio Abate setiap tanggal 17 Januari.

Impian saya nih…. Paroki Wonosari juga mengadakan peringatan serupa dengan pemberkatan hewan setelah misa. Nggak harus tanggal 4 Oktober atau 17 Januari sih tapi ambil saja hari minggu terdekat dengan tanggal tersebut. Syukur- syukur kalo ada pemeriksaan, pengobatan atau suntik vaksin gratis untuk hewan pada kesempatan itu juga. Smoga Neo dan Jojo ku mendapat kesempatan itu.

Rabu, 15 Oktober 2014

Sejarah Goa Maria Perantara Wahyu Tritis

Terletak di dusun Bulu, Giring kecamatan Paliyan Gunungkidul. Dengan koordinat GPS: -8°4’55.3”,110°33’24.7”. Goa ini berada disekitar kawasan pantai selatan, tepatnya sekitar 7 km di utara pantai Baron. Goa Tritis merupakan goa alami yang berada di deretan perbukitan karst Gunungkidul, dinamakan Tritis diambil dari bahasa Jawa tumatis atau menetes, karena selalu ada air yang menetes dari langit-langit goa.
     
Pada tahun 1974, awal ditemukannya Goa ini oleh romo AL Hardjasudarma SJ di kenal sebagai goa yang angker. Tidak banyak orang yang berani masuk ke dalam, apalagi pada saat itu goa ini masih tertutup pepohonan dan semak serta menjadi sarang landak. Goa ini masih sering dipergunakan untuk bertapa bahkan hingga saat ini. Konon pada masa lalu banyak pangeran dari kerajaan Mataram yang singgah di goa ini.

Bahkan ada cerita yang dipercaya masyarakat sekitar jika dahulu ada seseorang yang mendapatkan wahyu keraton Mataram di tempat ini. Di sekitar Goa Tritis memang ada beberapa tempat yang berkaitan dengan tokoh pendiri Kerajaan Mataram Islam yakni Ki Ageng Giring. Ki Ageng Giring adalah salah seorang keturunan Prabu Brawijaya IV yang hidup dan menetap pada abad XVI di Desa Sodo Giring, Kecamatan Paliyan. Desa Sodoberada di barat daya kota Wonosari.

Ki Ageng Giring adalah sesepuh Trah Mataram yang sangat dihormati dan konon yang mendapatkan wahyu keraton Mataram.

 Awalnya Goa Tritis ditemukan dengan bantuan seorang siswa SD Sanjaya Giring menjelang Natal 1974. Romo Harja yang akan mempersiapkan ekaristi Natal beniat akan membuat gua tiruan agar perayaan semakin meriah. Namun seorang anak bercerita kalau di dekat ladangnya terdapat gua alam yang indah tapi tidak terawat. Beberapa hari kemudian romo Harja beserta anak SD ini mendatangi gua ini, dan mulai saat itu beliau membersihkan dan menjadikan gua ini sebagai tempat doa.

Pada 30 September 1977, Romo Zahnweh SJ romo paroki pada saat itu dibantu oleh Frater Toper saat itu (Romo Karta Sudarma Pr) meresmikan Goa Tritis menjadi tempat ziarah dan doa.
Romo kemudian melanjutkan upaya perawatan dan perbaikan. Selanjutnya di gua itu di tempatkan patung bunda Maria. Tempat ini kemudian diberkati sebagai tempat ziarah dengan nama Gua Maria Tritis. Hingga saat ini sudah 4 kali patung bunda Maria mengalami pergantian.


Selasa, 14 Oktober 2014

Ziarah ke Goa Maria Tritis Wonosari Yogyakarta



    Goa Maria Tritis tempat ziarah yang di selatan Wonosari, terletak di dekat obyek-obyek wisata pesisir Gunungkidul. Goa alami yang cukup besar dengan banyak tetesan air yang jatuh, dengan keheningan yang menyejukkan para peziarah.

     Rute yang bisa ditempuh oleh peziarah bisa melalui jalan lingkar selatan Paliyan tapi yang termudah dapat melewati kota Wonosari lalu menuju arah Pantai Baron. Pada pertigaan besar desa Mulo ambil yang arah lurus.
Setelah perjalanan beberapa kilometer terdapat pendopo yang bertuliskan BALAI KARYA Desa Kemadang (Sebelum pantai) tak jauh dari sini ada pertigaan dengan petunjuk arah( jalan menuju ke Goa Maria agak menanjak di pertigaan tersebut).Ambil arah kanan yang menanjak dan ikuti jalanan tersebut. Kemudian setelah bertemu pertigaan ambil yang arah kanan.

    Perjalanan tinggal beberapa saat lagi setelah itu, karena goa Maria Tritis tidak jauh dari sini berada di sebelah kanan jalan kalau dari arah Kemadang ini.

Sejarah Perkembangan Paroki Santo Petrus Kanisius Wonosari

Sejarah Perkembangan Paroki  St. Petrus Kanisius Wonosari  Gunungkidul  Yogyakarta

     Perkembangan  umat  Katolik  di Wonosari dimulai dari kedatangan romo Henry Van Driessche  SJ  pada tahun  1924. Romo Van Driessche ini adalah warga keturunan asing yang lahir di Surabaya  tahun 1875, kemudian beliau masuk novisiat di Eropa pada 1899.  Akhir  tahun  1912 beliau kembali ke Indonesia  dan menjadi  guru di Kolose Muntilan.  Pada bulan Maret  1919, romo  Van Driessche pindah ke Yogyakarta hingga meninggal pada 10 Juni 1934. Peranan beliau dalam meletakkan dasar  dan membangun  umat  Katolik di wilayah Yogyakarta sangat besar bersama romo Frans Strater SJ.

     Romo  Strater SJ datang ke Indonesia pada tahun 1918, Romo Strater terlebih dahulu merintis pendirian Kolsani (Kolose St Ignatius) dan membangun Gereja  Antonius  Kotabaru Yogyakarta . Penganut agama Katolik rata-rata golongan menengah ke bawah.  Jumlah umat Gereja St. Antonius semakin pesat, sehingga mendorong dibentuknya beberapa stasi, diantarannya; Mlati, Somohitan, Sedayu, Ganjuran, Gamping, Wonosari, Baciro dan Kalasan.   Rama Strater SJ berperawakan tinggi  dan kurus.  Pada tahun 1930 Rromo Strater SJ mendirikan Sekolah Rakyat di Besole (sekarang Baleharjo) Wonosari di bawah yayasan Kanisius.

    Beliau ditangkap tentara Jepang karena tersiarnya kabar  menjadi mata-mata pihak Belanda dan  mengadakan rapat secara diam-diam dengan beberapa kepala sekolah Kanisius yang ada di seluruh Yogyakarta.   Romo Strater kemudian mendapat siksaan dan pada 19 Juni 1944 wafat di penjara Sukamiskin Bandung.

     Berikut tonggak penting pekembangan umat Katolik  di Wonosari :

v 1924: Menurut catatan dalam buku Babtis I pada 19 April 1924, seorang anak kelahiran Wonosari yang berusia sekitar 13 tahun bernama Clementinus Sastrodikromo(putra dari bapak Kartosentono) dibabtis oleh romo Van Driessche SJ di gereja St. Yusuf Bintaran Yogyakarta. Sepuluh orang  dari Gunungkidul yang dibabtis antara tahun 1924-1930 semuanya dilakukan di gereja St. Yusuf Bintaran

v  1928: Romo Van Driessche SJ mulai mengumpulkan 3 guru yang beragama Katolik di rumah Bp Padmosujono dan diteruskan dengan pertemuan rutin setiap bulannya.  Raden Agustinus Sudarminto yang lahir pada 7 Agustus dibabtis pada 4 November oleh romo  Strater SJ, kelak beliau ini menjadi pastor dari Wonosari(mungkin pertama) dan ditakbiskan pada 6 September 1952.

v  1930: Romo Strater SJ memulai karyanya di Wonosari, Sekolah Misi (SR) yayasan Kanisius didirikan di Baleharjo.  Guru pertama di sekolah ini bernama Arcadius Jemangin yang berasal dari daerah Minggir, Sleman. Pada saat dibuka ada 5 murid yang  terdaftar. Setahun berikutnya jumlah murid bertambah 25 orang.

v  1931: Pada bulan Juli, Misi Katolik mendirikan Sekolah Rakyat di Karangrejek  yang  didukung oleh Bp. Paulus Mangoenoedarmo. Bapak  Paulus merupakan seorang pensiunan lurah Sedayu dan guru kejawen yang kemudian menjadi Katolik. Dari tulisan Romo Strater mengenai awal mula gereja di Besole menyebutkan selama  1,5 tahun sebelumnya, Gereja menerima  sumbangan sebanyak F.20 setiap bulanya dari Kongregasi Maria (paroki   St. Ignatius Rottedam) Belanda.  Romo Strater merintis sebuah kapel  pada  16 Desember 1931 dengan menyewa rumah Bapak Wongsosugoto di sekitar Besole . Bapak Paulus kemudian diangkat secara resmi menjadi katekis oleh romo Strater.

v  1932: Diadakan Babtisan terhadap 49 orang diantaranya 16 orang dewasa dan 33 orang anak-anak.  Pada 1 Juli 1932 di Kelor dan Beji  didirikan Sekolah Rakyat yang juga di kelola oleh Misi Katolik.  Untuk wilayah Kelor, pendirian sekolah didukung oleh Bapak Wonorejo dengan pemberian tanah dan rumah di desa Ngunut Kidul. Di Wonosari romo Strater membeli sebidang tanah yang kemudian mendirikan tambahan 3 ruang kelas.

v  1933: Menyusul di Kwangen dan Pulutan juga didirikan Sekolah Rakyat oleh Misi Katolik.

v  1934: Pada bulan April, dibangun  gereja sederhana dengan ukuran 15mx21m dengan biaya 1600 gulden. Gereja membeli sebidang tanah dari bapak Martosentono. Gereja Wonosari berstatus Stasi dari Gereja  Antonius Kotabaru. Sedangkan jumlah umat mencapai sekitar 100 orang.

v  1938: Pada 7 Mei, 3 putra dari wilayah Kelor dipermandikan antara lain: Bapak Zakarias Karsokromo, Yohanes Sadun Admodiharjo, dan Aloysius Pawiro Wiyono.

v  1940: Pada 6 Juli diadakan babtisan tehadap 9 orang di Kelor. Umat Katolik diseuruh wilayah Gunungkidul mencapai 341 orang.

v  1942: Pada 8 Maret Jepang mulai berkuasa di Indonesia, hampir seluruh Sekolah Misi ditutup. Kegiatan belajar terhenti  akibat agresi Jepang  ini.

v  1949: Sekolah Misi mulai dibuka  kembali dengan nama Sekolah Rakyat Kanisius Baleharjo. Tokoh umat yang berjasa dalam pendirian ini adalah Bapak Wardoyo dan Bapak Wongsowiharjo.

v  1952: Gereja membentuk 2 lingkungan yaitu lingkungan Baleharjo dan Wonosari.  Pada tahun yang sama di Bandung Playen berdiri Sekolah Rakyat Kanisius yang merupakan sekolah jauh dari SDK Beji.

v  1954: Gereja Wonosari menjadi Paroki mandiri (yang dirintis sejak 1952) yang  dipimpin pastor tetap Wilhelmus Vendel  SJ dan secara resmi mengambil nama pelindung St. Petrus Kanisius. Penetapan sebagai paroki mandiri di lakukan oleh Mgr Albertus Soegijapranoto SJ.  Jumlah Umat di Kelor mencapai 35 orang untuk itu dibentuklah kring Kelor dan mulai diadakan perayaan Misa bersama di rumah bapak Darmo

v  1957: Terdapat beberapa catatan penting di tahun ini, antara lain;
o   Umat di sekitar Wonosari sendiri mencapai 230 orang
o   Gereja Wonosari  dipugar dan diperluas oleh romo Widyana SJ  agar dapat menampung umat yang lebih banyak dan di daerah mulai berdiri Kapel seperti di Ngijorejo, Beji, Bandung, Pulutan, Bogor, Kelor, Sambeng, Ngeposari dan Panggang.
o   Sebuah pekarangan di Bandung Playen milik ibu Harjodinomo dibeli oleh Romo Tarsisius Widyana SJ , untuk didirikan sebuah kapel.  Setelah kapel berdiri Misa diadakan rutin setiap bulannya. Pelajaran agama juga diadakan rutin seminggu sekaliyang dbantu oleh Bruder  Petrus dari Kongregasi Bruder Rasul.
o   Ada 50 orang yang dibabtis di Bandung Playen dan perayaan-perayan hari  raya gereja mulai diadakan di Bandung.

v  1964: Di Wonosari lingkungan dibagi lagi menjadi 5 kring antara lain Baleharjo Barat, Baleharjo Timur, Kepek , Jeruksari, dan Sekarsari (Seneng, Karangrejek dan Tegalsari).  Romo Arcadius Dibya membeli rumah limasan dari desa Gatak Piyaman untuk dijadikan Kapel baru di pekarangan Bapak Y Saeran di Bandung Utara (Playen). Paroki  Bandung berkembang pesat hingga mencapai sekitar 200 umat.

v  1966: Umat di sekitar Wonosari bertambah .  Terjadi pertambahan umat yang begitu besar setelah peristiwa G 30S PKI. Menurut buku kenangan 75 tahun gereja St. Petrus Kanisius, pada tahun ini terjadi pembabtisan 1648 dewasa dan 358 anak-anak.

v  1968: Sekitar 25 Orang dipermandikan di Stasi Bandung , Playen.

v  1970: Dibentuk panitia untuk pembangunan gereja Kelor.

v  1972: Ada tambahan kring baru di wilayah Wonosari yaitu : Perumahan Rakyat, Kidul Pasar, dan Budegan. Sedangkan  romo Wolfgang Bock SJ sebagai pastor paroki membeli sebidang tanah di Kelor untuk pembangunan kapel  yang baru.

v  1974: Umat Stasi Bandung berkembang menjadi 326 orang setelah 76 orang dibabtis . Pembangunan Kapel Kelor selesai. Peringatan 50 Tahun berdirinya Gereja St. Petrus Kanisius, pada saat ini teradi juga renovasi gereja. Goa Tritis di temukan oleh romo Al. Harjasudarma SJ melalui petunjuk seorang anak SD Sanjaya Giring.

v  1977: Romo Sigfridus Zahnweh SJ menginginkan gereja  Bandung lebih memadai oleh karena itu dibeli sebidang tanah berikut rumahnya yang kemudian berkembang menjadi Gereja hingga saat ini. Romo Zahnweh juga melanjutkan upaya perawatan dan pembersihan Goa Tritis serta pemasangan patung Bunda Maria.

v  1979: Stasi Bandung secara resm terbentuk dan mengambil nama pelindung St.Yusuf. Sedangkan di Kelor umat berkembang menjadi 940 orang, sehingga pada akhir tahun dibentuk kepengurusan stasi resm idan dipilih nama St. Petrus dan Paulus sebagai nama pelindung.

v  1980: Stasi Bandung mulai mengumpulkan dana untuk merenovasi  gereja termasuk juga dibantu oleh Romo  Stefanus  Brata  Kartana SJ.

v  1982: Romo Joannes Mardiwidayat SJ yang berkarya di Wonosari saat itu, turut menjadi donatur  renovasi  gereja  St. Yusuf Bandung,  umat Bandung  saat itu mencapai  690 orang.

v  1984: Gereja Katolik St. Petrus Kanisius berusia 50 tahun, umat bertumbuh  sekitar 730 orang. Pada bulan Februari hingga Juni diadakan renovasi pasturan, tempat parkir dan teras gereja. Bertepatan dengan Natal diadakan juga Misa untu memperingati 50 tahun gereja Katolik St. Petrus Kanisius. Puncak acara diadakan pada tanggal 28 Desember dengan malam kesenian di Aula Kabupaten yang dibuka oleh bapak bupati Ir Darmakum Darmokusumo. Romo yang bertugas pada saat itu Antonius Puja Harsana SJ.

v  1987: Stasi Wonosari bertambah 5 kring lagi, lingkungan Baleharjo Barat dibagi  menjadi 3, yaitu: Purwosari Utara, Purwosari Selatan,dan Mulyosari.  Lingkungan Baleharjo Timur dibagi menjadi 3 kring : Gedangsari, Wukirsari dan Rejosari. Sedangkan kring Kepek dibagi menjadi lingkungan Kepek dan Lingkungan Trimulyo.

v  1989: Di daerah Jaranmati didirikan kapel dan memisahkan diri dari stasi Kelor untuk berdiri menjadi stasi tersendiri.

v  1990: Romo Lamers SJ melihat perkembangan umat Katolik cukup pesat sehingga pada tahun ini Paroki St Petrus Kanisius dipecah menjadi 3 wilayah, wilayah Barat berpusat di Gereja St. Yusuf Bandung, wilayah Tengah berpusat di Gereja St. Petrus Kanisius Wonosari dan wilayah Timur berpusat di Gereja St. Petrus dan Paulus Kelor. Dalam perkembanganya wilayah barat dan timur akhirnya menjadi paroki administratip.

v  1991: Jumlah umat wilayah Wonosari mencapai 1323 orang . Sedangkan di Kelor dimulai renovasi Gereja dan yang menjadi arsitek adalah Bruder Pius Kirjo Utomo SJ, pada 1 Oktober 1994 gereja diresmikan oleh Bupati Subekti Sunarto.

v  1992: Pada tanggal 15 Mei, dimulai tahap pembangunan Gereja stasi Bandung yang baru karena gereja lama sudah tidak menampung umat dan kondisi bangunannya sudah banyak yang rusak. Menurut catatan umat stasi Bandung pada 1991 mencapai 1.167 orang. Di wilayah Wonosari ada pertambahan 3 kring, yaitu: Lingkungan Mulyosari dipecah menjadi Mulyosari Utara dan Mulyosari Selatan, Rejosari dipecah menjadi Rejosari Utara dan Rejosari Selatan serta Sekarsari dipecah menjadi Sekarsari Utara dan Sekarsari Selatan. Sedangkan umat di Wonosari tercatat mencapai 1350 orang. Umat Kring Kelor dan Jaranmati mencapai 1535 orang. Patung Bunda Maria  di Tritis diganti seukuran manusia dewasa.

v  1999: Pada April 1999 dibentuk kepanitiaan pembangunan gereja St petrus Kanisius baru, setelah umat merasa gedung lama sudah tidak memadai lagi. Umat Wonosari telah “menabung “ dalam kolekte kedua ( khusus) setiap minggunya sejak pertengahanl tahun 90-an.

v  2002: Setelah persiapan selama 3 tahun, pada 18 Februari 2002 pembangunan gereja dimulai dengan pembongaran pasturan serta aula.  Peletakan batu pertama dilakukan pada 6 April 2002 oleh romo yang paham soal kejawen yaitu Romo Kuntara SJ.

v  2006:Penantian umat Wonosari untuk memiliki gereja yang lebih besar terwujud, gereja baru yang berkapasitas 1200 umat ini selesai dibangun tepat di sebelah timur gedung gereja lama.
Pemberkatan dan peresmian  gedung  gereja yang baru pada 26 April 2006 oleh Bapa Uskup waktu itu Mgr. Ignatius Suharyo bersama juga bupati Gunungkidul bapak Suharto SH , diadakan Misa Syukur dan pertunjukan Kethoprak Manggala Krista yang mengambil lakon Rembulan Ungu  dengan sutradara Bondan Nusantara. Gedung ini mengalami beberapa kerusakan ketika gempa Mei 2006 sehinggga diperlukan sedikit perbaikan saat itu terutama bagian plafon. Pada tahun ini juga Gereja Kelor resmi menjadi  paroki mandiri pada 2 Agustus 2006.

v  2009: Pada bulan Juli 2009 dimulai pembangunan gedung pastoran  Wonosari yang baru.

v  Pada 27 April 2014, Paroki Wonosari mengadakan peringatan untuk merayakan 5 Momen Gereja, yaitu
# 90 tahun babtisan pertama umat Wonosari
# 80 tahundibangunnya gedung gereja lama
# 60 tahun peringatan Paroki Santo Petrus Kanisiusmenjadi paroki mandiri
# 40 tahun ditemukannya Goa Maria Tritis
# 1 Windu diresmikannya gedung gereja baru
Perayaan ini juga ditandai dengan peresmian patung Santo Petrus Kanisius oleh Mgr Johannes Pujasumarta.
(dirangkum dari berbagai buku dan browsing, maaf kalau banyak kesalahan. Masih akan terus diperbarui
dan yang punya info seputar gereja St Petrus Kanisius boleh email ke monika.indra@gmail.com)


Lingkungan Paulus Perumahan Rakyat

INSTAURARE OMNIA IN CHRISTO (SEMUA DIPERSATUKAN DALAM KRISTUS)


Blog ini saya persembahkan untuk lingkungan St Paulus Perumahan Rakyat(Perak) Wonosari.

Niatnya untuk ikut berperan serta dalam perayaan 5 momen Gereja St Petrus Kanisius 26 April 2014 lalu. Tapi karena hardisk komputer mati total dan data-data banyak yang tidak terback-up, akhirnya jadi males mau nyusun kembali. Tapi setelah tertunda sekian lama sedikit demi sedikit saya ingin mengabadikan kegiatan di lingkungan saya sebagai persembahan untuk lingkungan Paulus dan Paroki St Petrus Kanisius.

Lingkungan Paulus Perak berada tepat di jantung kota Wonosari terbentang antara timur alun-alun kota hingga timur pertigaan Branang. Tepatnya meliputi dusun Purbosari, Pandansari, Gadungsari,  dan Tawarsari.

Saat ini ketua Lingkungan Paulus dijabat oleh bpk M Broto Sugondo dan sekretaris oleh bpk M Jumadi sejak Januari 2013.
Kegiatan rutin yang dilakukan oleh umat adalah sembayangan lingkungan setiap Kamis malam, latihan koor dan Misa lingkungan setiap 2 bulan sekali.