Jumat, 31 Juli 2015

Peringatan Santo Ignatius Loyola, 31 Juli

Tanggal 31 Juli adalah HARI ISTIMEWA
Kita memperingati St. Ignatius Loyola, pendiri Ordo Serikat Yesus  (SJ). Ia dilahirkan di Kastil keluarga bangsawan Loyola di wilayah Basque, Spanyol. Ketika masih kanak-kanak, ia dikirim untuk menjadi abdi di istana raja. Di sana ia tinggal sambil berangan-angan bahwa suatu hari nanti ia akan menjadi seorang kesatria yang hebat. Ignasius kemudian masuk militer dan menjadi seorang perwira.


Pada penyerbuan benteng Pamplona, Ignasius bertempur dengan berani namun ia terkena peluru meriam dan terluka parah. Di kemudian hari, ia mendapat penghargaan karena kegagahannya dalam pertempuran itu. Tetapi, luka di tubuhnya membuat Ignatius terbaring tak berdaya selama berbulan-bulan di atas pembaringannya di Benteng Loyola. Ia measa lemah dan tidak berguna.

Ignatius meminta buku-buku bacaan untuk menghilangkan rasa bosannya. Ia menyukai cerita-cerita tentang kepahlawanan, tetapi di sana hanya tersedia kisah hidup Yesus dan para kudus. Karena tidak ada pilihan lain, ia membaca juga buku-buku itu. Perlahan-lahan, buku-buku itu mulai menarik hatinya. Hidupnya mulai berubah. Ia berkata kepada dirinya sendiri, “Mereka adalah orang-orang yang sama seperti aku, jadi mengapa aku tidak bisa melakukan seperti apa yang telah mereka lakukan?” Semua kemuliaan dan kehormatan yang sebelumnya sangat ia dambakan, tampak tak berarti lagi baginya sekarang. Ia mulai meneladani para kudus dalam doa, silih dan perbuatan-perbuatan baik.

Setelah sembuh, Ignasius mengunjungi sebuah biara dimana ia menanggalkan jubah militernya dan mempersembahkannya pada lukisan Sang Perawan Maria. Ia kemudian pergi ke kota Catalunya, dan selama beberapa bulan tinggal di sebuah gua di dekat kota itu di mana ia bertapa dengan keras. Ignatius juga mengalami beberapa penampakan di tengah-tengah hari selama di rumah sakit. Penampakan-penampakan yang terjadi berulang kali ini tampil sebagai “suatu wujud yang mengambang di udara yang berada di dekatnya dan wujud ini memberinya rasa ketenangan yang amat mendalam karena wujud itu sangatlah indah … wujud itu entah bagaimana terlihat memiliki bentuk mengular dan memiliki banyak benda yang bersinar seperti mata, tapi bukanlah mata. Ia menjadi bahagia dan mengalami ketenangan hanya dengan menatap wujud ini, namun ketika wujud ini hilang ia menjadi sedih.”

Ignasius lalu berziarah ke Tanah Suci dan ia bertekad untuk mentobatkan orang-orang yang belum mengenal Yesus disana. Namun ia tidak diperkenankan. Lalu veteran perang yang berusia 30 tahun itu pulang dan mulai belajar untuk mempersiapkan dirinya berkarya bagi nama Yesus. Mula-mula ia belajar bahasa Latin bersama anak-anak sekolah Dasar si Barcelona sampai kemudian meraih Gelar sarjana di Universitas Paris.

Sejak masih kuliah Ignasius sering memberikan bimbingan rohani kepada teman-temannya. Ini yang menjadi cikal bakal Latihan Rohani yang ditulis dan diwariskannya kepada kita, khususnya kepada para Jesuit.  Di masa itu (bahkan sampai sekarang) tidaklah lazim apabila seorang awam mengajar spiritualitas; ia lalu dicurigai sebagai penyebar bidaah (=agama sesat) dan dipenjarakan untuk sementara waktu namun kemudian dilepaskan. Kejadian itu tidak menghentikan Ignatius. “Seluruh kota tidak akan cukup menampung begitu banyak rantai yang ingin aku kenakan karena cinta kepada Yesus,” katanya.

Pada Latihan Rohani  tersebut, Ignatius menegaskan bahwa "Tujuan manusia diciptakan adalah memuji, menghormati, dan mengabdi Tuhan, dan dengan demikian menyelamatkan jiwanya". Untuk mencapai tujuan tersebut ada satu sikap yang ditekankan, yakni sikap lepas bebas (indefferent) yang dilawankan dengan sikap "lekat tidak teratur". Sikap "lekat tidak teratur" ini dapat dimaknai sebagai kecenderungan untuk terlalu bergantung pada sesuatu, termasuk juga seseorang, demi kepentingan diri sendiri (sikap-sikap egois). Sedangkan sikap lepas bebas adalah sikap tidak mau terikat secara mutlak terhadap apa pun atau siapa pun supaya dengan demikian kita dapat memilih hanya hal-hal yang mendukung pencapaian tujuan kita diciptakan, yakni untuk memuji, menghormati, dan mengabdi Tuhan, dan dengan demikian menyelamatkan jiwanya. Oleh karena itu, hendaknya kita "tak mencari-cari atau menginginkan kekayaan melebihi kemiskinan, tak menghendaki penghormatan melebihi penghinaan ataupun mengharap-harapkan hidup panjang melebihi hidup pendek, asalkan semua itu sama artinya bagi pengabdian kepada Tuhan kita dan keselamatan jiwaku sendiri"

Di Paris Ignasius mengilhami tujuh mahasiswa (dua diantaranya adalah St.Fransiskus Xaverius dan St. Petrus Faber) untuk bersatu mengadakan ikatan. Mereka berjanji setia dan bersepakat untuk menyebarkan Injil kepada mereka yang belum mengenal Kristus. Kelompok mereka ini kemudian menghadap Paus Paulus III dan menawarkan diri untuk menjalankan tugas apa saja. Bapa suci yang melihat semangat kerasulan mereka; dan pendidikan mereka yang tinggi akhirnya mengabulkan keinginan Ignasius dan kelompoknya.
Bahkan lebih jauh lagi; Bapa Suci mentahbiskan mereka menjadi imam dan ikatan persaudaraan mereka dikokohkan menjadi Serikat Rohaniwan. Serikat ini kemudian dinamakan Serikat Jesus/SJ dan mendasarkan diri pada tiga kaul yaitu : Kemiskinan, Ketaatan, dan Kemurnian; ditambah lagi dengan satu kaul khusus yaitu : kesigapan untuk melaksanakan perintah Tahta Suci Kapan saja dan dimana saja.

Selama 15 tahun sejak persetujuan Paus itu, Ignasius memimpin Serikat Jesus dari Roma. Ia meyaksikan perkembangan Serikatnya berawal dari 10 orang sampai menjadi lebih dari 1000 orang. Para Jesuit berkarya dari Eropa, Asia sampai ke Benua baru Amerika. Saat ini para Jesuit memiliki lebih dari 500 Universitas dan Perguruan Tinggi, 30.000 anggota, dan mengajar lebih dari 200.000 siswa setiap tahun.

Seringkali Ignatius berdoa, “Berilah aku hanya cinta dan rahmat-Mu, ya Tuhan. Dengan itu aku sudah menjadi kaya, dan aku tidak mengharapkan apa-apa lagi.”.  St. Ignatius wafat di Roma pada tanggal 31 Juli 1556. Ia dinyatakan kudus pada tahun 1622 oleh Paus Gregorius XV.

Terimakasih atas jasa dan karya para Jesuit di Paroki Wonosari dan di paroki lainnya yang telah meletakkan dasar iman yang kokoh.  Selamat Pesta Imamat / pesta nama pelindung  untuk semua Jesuit khususnya buat Bapa Paus, Bapa Kardinal Darmaatmaja, Romo Ponco, Romo Surya, Romo Budi, Romo Tarno dan semua Jesuit yang pernah berkarya di Wonosari


Santo Ignatius dari Loyola, doakanlah kami...

Referensi: Yesaya


Senin, 27 Juli 2015

Selamat bertugas di tempat yang baru, Romo


Secara resmi umat Katolik di  Paroki St. Petrus Kanisius Wonosari  sudah mendapatkan pengumuman akan ada mutasi/perpindahan romo Lukas Hari Purnawan MSF (Rm,Ipeng) ke Paroki St. Yusuf, Pati, Jawa Tengah dan romo Antonius Hadi Cahyono PR (romo Anton) ke   Paroki Santa Perawan Maria Ratu Rosario Suci Randusari – Katedral Semarang. 
Juga perpindahan Romo Rosarius Sapta Nugroho PR dari Paroki St Maria Fatima Magelang ke Paroki Wonosari

 Romo Lukas Heri Purnawan MSF
Romo Antonius Hadi Cahyono PR

Mutasi artinya perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain. Peristiwa ini sering dialami oleh para imam dan religius. Mereka selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, setelah berkarya di suatu tempat selama beberapa tahun. Para imam dan religius adalah pelayan umat. Mereka mengemban sebuah perutusan dari pimpinan, entah uskup atau pimpinan ordo/tarekat. Bahkan mereka bisa menyadari bahwa perutusan tersebut tidak hanya berasal dari pimpinan mereka di dunia, tetapi mereka juga diutus oleh Yesus sendiri, seperti dialami oleh para rasul atau para murid yang pertama. Mereka diutus ke suatu tempat tertentu dan diharapkan tinggal di tempat tersebut. Para utusan diharapkan untuk ‘tinggal di situ.’

Romo Anton
Telah banyak karya dan kesan yang dilakukan oleh Romo Ipeng dan Romo Anton, salah satu yang saya ingat adalah Misa Taize pada tahun baru kemarin. Dan juga Romo Ipeng dengan banyak talenta bermusik dan mendalangnya, juga Romo Anton dengan ketegasannya …..selain itu yang pasti akan dikenang oleh umat di Wonosari, pastinya kalau Misa eh homili beliau berdua itu lamanyaaaa……..hehehe
Romo Ipeng
Selamat dan bersyukur atas tugas baru, semoga romo menjadi pewarta keselamatan, semoga karyanya semakin mengakar, mekar dan berbuah. Tuhan memberkati. Selamat berkarya untuk Romo Ipeng dan Romo Anton. Kami turut berdoa semoga Tuhan selalu menyertai, melindungi dan membimbing romo selalu.
Dan mari kita menyambut Romo Sapto di paroki kita, dari hasil browsing saya mendapat sedikit data tentang Romo Sapto.  Romo Sapto sering dijuluki pastor petani karena keperduliannya terhadap para petani, beliau adalah pastor kelahiran Klaten, 4 September 1969 dan menjadi pendamping petani organik.
Akhir kata, selamat bertugas ditempat baru untuk Romo Ipeng dan Romo Anton serta  selamat datang Romo Sapto di Paroki Wonosari.


Romo Sapto

“Kata-Nya selanjutnya kepada mereka, ‘Kalau di suatu tempat kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari tempat itu.’” (Mrk 6, 10)



Sabtu, 11 Juli 2015

“Tuhanlah yang menggerakkan hati saya untuk menjadi pastor.”

       Beberapa hari ini entah mengapa saya secara kebetulan menemukan artikel-artikel tentang kisah panggilan menjadi biarawan maupun imam yang cukup menyentuh. Mungkin ini pertanda dari Tuhan supaya kita, para umat tidak berhenti untuk  berdoa mohon panggilan dan juga mendoakan Romonya yang sering terlupakan…..
Semoga salah satu sharing cerita yang diambil dari Hidupkatolik.com / FB: Bunda Maria Santa Perawan Suci, ini dapat menyentuh kita untuk lebih perduli dan terus mendoakan para Hidup Bakti. 


CERITA NYATA TELADAN KELUARGA KATOLIK
"HIDUP LUAR BIASA KARENA ALLAH"

Ini adalah cerita nyata yang bobotnya luar biasa, karena manusia normal pada umumnya akan menolak opsi kehidupan ini. Dua putra keluarga bapak Aloysius Sanjaya dan Esther Widyawati yang sudah dipersiapkan mewarisi usaha di bidang konstruksi baja, memutuskan masuk biara dan menjadi pastor. Tuhan memanggil sewaktu mereka studi  di Amerika.


Suatu malam di penghujung 2004, Edwin Bernard Timothy terjaga dari lelap. Lantas, tak sengaja ia menonton film “The Song of Bernadette” di layar kaca. Keutamaan sikap Santa Bernadette yang mengemuka dalam film hitam putih produksi tahun ‘50-an itu, menyentuh nurani pemuda yang tengah studi S2 bidang geography information system di Universitas Buffalo, New York State, Amerika Serikat ini. “Ada sesuatu yang indah, sesuatu yang belum pernah saya rasakan sebelumnya,” ungkapnya saat ditemui di kediaman orangtuanya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis, 6 Juni 2013. Kisah Santa Bernadette itu membuat hidup rohani Edwin menggeliat. “Sejak itu, setiap hari saya berdoa rosario dan ikut Misa,” kenangnya.

Selanjutnya, pria kelahiran 25 Januari 1982 ini mendulang pengetahuan rohani dari beragam buku agama, hal yang sebelumnya tak terlintas di benaknya. Hingga suatu hari, ia membaca buku mengenai hidup bakti dalam Gereja Katolik. Panggilan membiara pun mulai menggelitik hatinya. “Saya merasa ‘klik’, saya tertarik menjadi biarawan,” ujarnya.

Enam bulan berselang, seusai studi S2, Edwin memilih ordo. “Saya masuk Ordo Pengkhotbah (Dominikan),” katanya. Seiring bergulirnya waktu, panggilan yang ditelusuri Edwin bermuara pada 24 Mei 2013, ketika Mgr Christopher Cardone OP menahbiskannya menjadi imam Dominikan di Gereja St Dominic, Washington DC, Amerika Serikat.

Seperti di Surga
Ketika pertama kali Edwin menjejakkan kaki di Biara Suster-Suster Dominikan di Buffalo New York State, kekaguman menyergapnya. “Suster suster Dominikan sedang mendaraskan Mazmur dan lagu-lagu Gregorian dengan begitu indah. Saya seperti berada di surga,” ujar Edwin sembari melepas tawa.


Namun, seulas kekhawatiran tak sanggup berkhotbah mengganjalnya. “Lalu, saya memohon kepada Tuhan, jikalau memang Dia memanggil saya, tolonglah saya.” Setelah itu, batin Edwin terasa lapang. Juli 2006, Edwin masuk biara. Dengan keteguhan hati, Edwin meniti titian imamat. “Bagi saya, panggilan ini merupakan life time commitment. Meski sejak awal saya tak pernah ragu,” ucap pria tamatan SMA Kanisius Menteng tahun 2000 ini.  “Saya bersyukur, orangtua menerima keputusan saya.”

Sanjaya dan Esther membenarkan, bagi mereka panggilan itu sebuah misteri dan itu sudah direncanakan Tuhan, sehingga mereka tidak memaksa atau melarang putranya masuk seminari dan menjadi imam.
“Semuanya sesuai rencana Tuhan. Siapa yang tahu akan panggilan, semua tidak ada yang tahu. Hanya Tuhan yang tahu. Sebagai orangtua, kami menerima, semuanya berjalan seperti air mengalir.”

Dalam ramah tamah seusai Misa di Redemptor Mundi, 26 Juni 2013, Pastor Edwin bercerita kepada umat bahwa ketika di bangku SD mau pun SMP, dia tak pernah bermimpi bakal menjadi imam. “Tidak tahu, mengapa saya terpanggil menjadi pastor. Padahal, ketika masih anak-anak sampai remaja, saya tidak pernah terlibat dalam tugas-tugas di gereja, baik putra altar, misdinar atau pun rekat (Remaja Katolik),” kisah imam baru itu. Orangtuanya juga tidak pernah mendorong dan tidak pernah melarang dia masuk seminari. “Tuhanlah yang menggerakkan hati saya untuk menjadi pastor,” kata Pastor Edwin.
Lalu, mengapa tertarik masuk Ordo Pewarta atau Ordo Pengkotbah (OP)? Di depan sekitar 1.000 umat yang hadir, Pastor Edwin bercerita, “Sewaktu kecil dan remaja, saya sering mengunjungi biara suster OP. Mungkin terlalu keseringan bertemu para suster OP, eh, malah tertarik. Itulah misteri panggilan. Tuhan sudah memanggil dan kita merespons,” kata imam itu.

Ternyata, hidup membiara juga mempesona sang kakak, Cornelius Leo Adrianus. Cornelius, yang sebelumnya selalu tinggal satu rumah dengan Edwin di Negeri Paman Sam, kerap ikut membaca buku-buku rohani milik adiknya. Ia juga mengikuti siaran-siaran rohani di saluran televisi Katolik setempat.
Meski ia tengah studi S3 bidang geography information system di kampus yang sama dengan kampus adiknya, niatnya masuk biara tak terbendung. “Saya mulai merasakan ada konflik antara hidup profesional saya dengan hidup rohani,” tandas Cornelius yang sudah menjadi dosen di kampusnya.


Setahun setelah Edwin masuk Biara Dominikan, Cornelius masuk Ordo Community of St John (CSJ). Di biara, Cornelius mendapati irama hidupnya sungguh berbeda dengan sebelumnya. “Tapi, saya bahagia karena hidup lebih realistis. Dulu, semua yang saya butuhkan bisa saya beli. Sekarang, semua yang saya butuhkan harus saya kerjakan sendiri,” ucap pria yang saat ini menjadi frater CSJ di Perancis.

Pria kelahiran 30 Juli 1980 ini mengibaratkan panggilan hidupnya sebagai mutiara. “Tuhan memberikan mutiara kepada kami, dan untuk itu, kami harus meninggalkan semua yang kami miliki.”
Luar Biasa
Semula, orangtua Cornelius dan Edwin, Aloysius Sanjaya dan Esther Widyawati, tak pernah menangkap semburat tanda bahwa kedua putranya bakal masuk biara. Semasa di Jakarta, mereka enggan berhimpun dalam Putra Altar atau Orang Muda Katolik (OMK). “Hidup rohani kami biasa-biasa saja, hanya masuk gereja setiap Minggu,” tutur Esther.

Namun, sejak kecil, perilaku Cornelius dan Edwin cenderung tak merepotkan orangtua. Mereka tak pernah bertengkar atau iri hati. Nyaris tak ada tangis anak-anak di rumah keluarga Sanjaya. “Dulu, saya merasa semua itu wajar saja. Tetapi, belakangan saya tersadar bahwa mereka memang spesial,” kenang Esther. Sejak awal perkawinan, 1979, pasangan ini merintis usaha konstruksi baja. “Kami bekerja keras mengembangkan usaha demi anak-anak,” kata Sanjaya. Selepas SMA, mereka mengirim Cornelius dan Edwin ke Amerika Serikat guna menuntut ilmu agar kelak bisa meneruskan usaha. Ternyata, jalan hidup bertutur lain…. “Rencana saya dengan rencana Allah berbeda. Tapi, saya meyakini, rencana Allah pasti yang terbaik,” tegasnya. Berbagai komentar pun menyinggahi telinga Sanjaya dan Esther karena Cornelius dan Edwin tak mungkin meneruskan usaha. Tak sedikit yang menganggap realita ini musibah, terlebih karena garis keturunan mereka tak berlanjut. “Tetapi, kami menerimanya sebagai rahmat Tuhan yang luar biasa,” tandas Sanjaya.
Sejak kedua putranya masuk biara, kehidupan iman pasangan ini bertumbuh. Mereka aktif dalam pelayanan di Gereja, khususnya di Paroki St Yakobus Kelapa Gading. Sementara, dalam mengepakkan sayap usaha, pandangan mereka bergeser. “Ada hak orang-orang lain pada rezeki yang kami terima,” tutur pasangan yang peduli pada pendidikan anak-anak tak berpunya ini. Di usia menyongsong senja, pasangan ini tetap giat berkarya.Meski tak bisa mewariskan bisnisnya kepada Cornelius dan Edwin, tak ada sedikitpun sesal melekat di hati mereka. “Kami yakin, Tuhan yang telah memulainya dengan baik, akan menyelesaikannya dengan baik pula,” tukas Sanjaya.

Awal Juni 2013 ini, kebahagiaan menyelimuti pasangan ini karena kedua putra mereka datang ke Jakarta. Edwin yang baru ditahbiskan sebagai imam berkesempatan mempersembahkan rangkaian Ekaristi di beberapa kota, Misa Perdana di Paroki Santo Yakobus Kelapa Gading, Pondok si Boncel, Jakarta, Seminari Mertoyudan dan Gereja Ignatius, Magelang tempat keluarga besarnya berasal , dan di satu-satunya paroki di Indonesia yang dijalankan para imam Dominikan, Redemptor Mundi, Surabaya, juga termasuk di kediaman orangtuanya pada Kamis siang, 6 Juni 2013. Kebersamaan ini tentu tak berlangsung lama karena Edwin harus menjalankan tugas sebagai pastor yang diperbantukan di sebuah paroki di Youngstown, Ohio, dan Cornelius harus kembali ke Community of Saint John di Perancis, Perancis.
Semoga kisah ini menjadi berkat yang baik dan kesaksian yang menyentuh bagi umat Katolik di Indonesia..

Dan ada doa untuk para pastor yang saya ambil dari sesawi.net…. [Di berbagai milis katolik, beredar untaian doa khusus untuk para imam (pastor). Kita berterimakasih atas penggagas dan perumus doa yang indah ini ~ Mathias Hariyadi . ]
Berkah Dalem.

Doa untuk Para Pastor

Allah, Bapa Maha Pengasih dan Penyayang,

Pandanglah wajah Kristus,Putra-Mu,Imam Agung Abadi,

demi cinta kasih-Mu kepada-Nya,
Kami memohon,
limpahkanlah belas kasih-Mu kepada para imam.

Ingatlah, ya Bapa,
para imam kami adalah manusia biasa,
dengan segala kekuatan dan kelemahannya.

Kobarkanlah selalu dalam diri mereka,
Rahmat Panggilan yang telah Kaulimpahkan dan Kauresmikan,
dengan urapan Roh Kudus dan penumpangan tangan Uskup, sewaktu tahbisan.

Jagalah mereka agar selalu dekat dengan-Mu,
mampu menjadi tanda dan sarana persahabatan
maupun persaudaraan sejati dalam Gereja,
maupun dengan semua orang beriman
dari agama mana pun.

Jauhkanlah mereka dari segala sesuatu,
yang mengasingkan mereka dari-Mu
dan dari persekutuan umat-Mu.

Yesus, Allah Putra, Imam Agung Abadi,
jadilah Pengantara kami untuk berdoa,

bagi para imam-Mu, yang setia dan gigih dalam pelayanan di tengah umat-Mu,
bagi para imam-Mu, yang mendapat kesulitan dalam kesetiaan dan kegigihan berbakti,
bagi para imam-Mu, yang hidup tegar maupun yang bergulat dengan pelbagai godaan,
bagi para imam-Mu, yang berkarya penuh hiburan maupun yang berkarya dalam kesepian,
bagi para imam-Mu, yang melayani di tengah keramaian kota maupun yang di pelosok-pelosok,
bagi para imam-Mu, yang masih muda, yang tengah umur, maupun yang sudah lanjut usia,
bagi para imam-Mu, yang sehat maupun yang sedang sakit, bahkan yang menghadapi ajalnya,
bagi para imam-Mu, dalam keadaan apa pun juga.

Roh Kudus, Roh Penghibur,
Roh Kebijaksanaan dan Roh Pengudus,
curahkanlah damai Paskah dan kasih Pentakosta dalam para imam kami,

terutama imam yang mengantar kami pada Sakramen Baptis, untuk bersatu dalam Gereja-Mu,
para imam yang mengajak kami senantiasa berbalik kepada-Mu dan merayakan Sakramen tobat,
juga imam yang mengumpulkan kami di sekeliling altar untuk merayakan Ekaristi, Santapan kami,
imam yang dalam Krisma dan pendampingannya menolong kami menjadi dewasa dalam iman,
imam yang menyiapkan dan memberkati Perkawinan keluarga-keluarga kami,
imam yang membantu merasakan kasih-Mu, juga waktu sakit dan menyiapkan kami menghadapi hari-hari terakhir kami dengan Sakramen Pengurapan orang sakit,
semua imam yang bersama kami berusaha menjadi tanda dan sarana hadirnya kerajaan surga di tengah masyarakat kami.

Bunda Maria, Ratu para imam,
dampingi dan doakan kami
bersama para imam kami.
Kini dan sepanjang segala masa. Amien




Jumat, 10 Juli 2015

Jadwal Misa Gereja St Petrus Kanisius Wonosari

Anda umat Katolik dan sedang mudik ke Wonosari? Ingin tetap beribadah? Berikut ini jadwal misa di Gereja Santo Petrus Kanisius

Semoga bermanfaat

Berkah Dalem



*Ralat Jadwal (berlaku mulai tahun 2018)

Senin-Sabtu Misa harian di Gereja St Petrus Kanisius mulai pukul 05.30 kecuali Jumat Pertama (Misa pukul 18.00) dan Jumat selama masa Prapaskah dimulai dgn Jalan Salib pukul 17.30.🙏🙏🙏

Kamis, 09 Juli 2015

INDAHNYA PERBEDAAN

Kiriman video dari teman yang menggambarkan indahnya sebuah perbedaan bila di satukan dalam lagu...... Semoga kita semua yang hidup di Negri ini bisa belajar menerima perbedaan dan hidup damai ditengah perbedaan......Amien


Senin, 06 Juli 2015

Warta Paroki St Petrus Kanisius dan Lingkungan Paulus Perak 5/7/2015

WARTA PAROKI
·         Bagi Calon Babtis Dewasa, pendampingan dimulai  5 Juli 2015 di Susteran Abdi Kristus (belakang Aula Gereja)
·         Pendampingan Krisma setiap hari Minggu pukul 15.00 WIB di Gereja St Petrus Kanisius Wonosari
Petugas Liturgi Minggu Depan
Jumat 10 Juli 2015 : ling Mateus
Sabtu 11 Juli 2015 : ling Dominikus
Minggu 12 Juli 2015: ling Markus
Menghias Altar: Ling Markus
Pengumuman Tahbisan Imam:
·         Selasa 28 Juli 2015 pkl.09.30 WIB di Gereja Keluarga Kudus Banteng  Yogyakarta dari tangan Mgr. Yustinus Harjosusanto, MSF  (Uskup Agung Samarinda); 1 Frater Diakon dari Konggregasi Missionarii a Sacra Familia (MSF) dan 1 Frater Diakon  dari Ordo Don Bosco (SDB).
Fr  Thomas Rasul Budi Riyanto, MSF
Paroki St. Yakobus Bantul, Yogyakarta
Fr Silverius Andang Kencana Aji, SDB
Paroki St Don Bosco Sunter, Jakarta


·         Rabu, 29 Juli 2015 pkl. 09.00 di Gereja St  Antonius Kotabaru Yogyakarta dari tangan Mgr. Johannes Pujasumarta (Uskup Agung  Semarang); 7 Frater Diakon Ordo Societatis Jesu (SJ)
Fr Alexander Koko Siswijayanto, SJ
Paroki St Yusuf Ambarawa, Semarang
Fr Aluisius Pramudya Daniswara, SJ
Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran, Yogyakarta
Fr Heribertus Heri Setyawan, SJ
Paroki St. Yohanes Rasul Wonogiri, Jateng
Fr Ignatius Suryadi Prajitno, SJ
Paroki Hati St. Perawan Maria Tak Bercela Kumetiran, Yogyakarta
Fr Nikolas Kristiyanto, SJ
Paroki St.Maria Annuntiata Sidoarjo, Jatim
Fr Rikhardus Sani Wibowo, SJ
Paroki St. Paulus Wonosobo, Jateng
Fr Yohanes Adrianto Dwi Mulyono, SJ
Paroki St. Perawan Maria Regina Purbowardayan Surakarta, Jateng


Warta Lingkungan

Untuk Umat lingkungan Paulus Perak, sembayangan hari kamis dimajukan menjadi hari RABU 8 JULI 2015 di rumah ibu SARGONO