Pada
hari ini, tanggal 30 September – hari terakhir dalam Bulan Kitab Suci – Gereja
memperingati seorang kudus besar dalam Gereja pada umumnya dan di bidang
perkitab-sucian khususnya, yaitu Santo Hieronimus, Imam dan Pujangga Gereja. Hieronimus juga dikenal sebagai Santo Jerome .
St.
Hieronimus dilahirkan dengan nama lengkap Eusebius Hieronimus Sophronius pada
tahun 342 di Stridon, tepatnya di kota kecil perbatasan Pannonia, Dalmatia dan
Italia, dekat Aquileia. Ayahnya bernama Eusebius adalah seorang yang saleh. Ia
mendidik St. Hieronimus dalam hidup kristiani yang taat. Di Roma, St.
Hieronimus Belajar pada Donatus seorang penyembah berhala dan ahli tata bahasa
yang terkenal. Ia menjadi seorang ahli bahasa Latin dan Yunani, tetapi sayang
setelah menjadi murid seorang penyembah berhala, dia pun menjadi seorang kafir
dan lupa akan kebenaran dan kesalehan yang telah ditanamkan kepadanya sewaktu
masa kecilnya. St. Hieronimus mempunyai kebiasaan yang sungguh-sungguh buruk
dan kasar, tetapi ia merasa sangat tidak bahagia dan menjadi seorang yang asing
akan kekristenan, diperbudak oleh kesia-siaan dan juga kedagingan. Kemudian ia
bertobat dan memberi diri untuk dibaptis oleh Paus Liberius di Roma.
HIDUP BERPADANG GURUN
Pada
tahun 374 St. Hieronimus pergi ke Antiokia dan membuat tempat tinggal di sana.
Beberapa waktu kemudian ia jatuh sakit. Dalam keadaan sakit itulah St.
Hieronimus mengalami suatu sentuhan Tuhan yang begitu mendalam. Pengalaman ini
memberikan pengaruh yang besar dalam dirinya yang kemudian semakin diteguhkan
saat pertemuannya dengan St. Malchus yang memberikan pandangan mengenai hidup
rohani. Setelah mengalami semua itu, St. Hieronimus memutuskan untuk pergi ke
Chalics, di sebelah tenggara Antiokia. Dia menderita lebih dari sekedar sakit
fisik dan selain itu ia mendapat godaan kedagingan yang begitu kuat.
Di
padang gurun yang berbatu-batu, liar dan terpencil itu, St. Hieronimus menulis
surat kepada St. Eustochium. Ia menulis “Terbakar oleh panasnya matahari yang
menghanguskan dan begitu menakutkan, bahkan untuk para pertapa yang tinggal di
sini. Aku melihat tampaknya aku berada di tengah-tengah kesenangan-kesenangan
dan hiruk pikuknya kota Roma, dan juga seperti di dalam pembuangan dan penjara,
yang terdapat ketakutan akan neraka. Aku dengan sukarela menghukum diriku
sendiri, tiada teman, yang ada hanyalah kalajengking dan binatang buas. Aku
acapkali membayangkan diriku menyaksikan tarian para gadis Roma, dan aku ada di
tengah-tengah mereka. Wajahku begitu pucat karena puasa, walaupun demikian aku
masih merasakan serangan dari hasrat dalam tubuhku yang dingin, dalam dagingku
yang kering dan hangus karena matahari ini. Sepertinya aku mati sebelum
kematian itu datang. Nafsuku menjadi begitu hidup dan aku sendirian dengan
musuh ini. Aku memberikan diriku dalam roh di kaki Yesus, membasahinya dengan
air mataku, dan aku menjinakkan nafsuku dengan berpuasa selama seminggu penuh.
Aku tidak malu untuk menyingkapkan godaan-godaanku. Aku seringkali menangis
dari malam sampai siang hari dan memukul dadaku sampai ketenangan itu kembali.”
Dalam
hal ini St.Hieronimus berpikir bahwa Tuhan mengijinkan hal-hal itu terjadi agar
hamba-hambanya senantiasa berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mengikuti
jejak-Nya. Untuk meredam pemberontakan dari kedagingan, St. Hieronimus menambah
aktivitas hariannya dengan belajar bahasa dan tulisan Ibrani. St. Hieronimus
dapat melihat bahwa segala kelemahan itu hidup dalam dirinya. Ia berkata “Aku
sungguh bersyukur kepada Tuhan, karena aku dapat memetik buah-buah yang manis
dari segala pelajaran yang pahit yang telah aku alami selama ini.”
MENINGGALKAN PADANG
GURUN DAN MENJADI SEORANG IMAM
Pada
tahun 379 karena kemajuan hidup rohaninya, St. Hieronimus diangkat sebagai imam
oleh Paulinus, Uskup Antiokia. St. Hieronimus pergi ke Konstantinopel belajar
kitab suci dibawah bimbingan St.Gregorius dari Nazianze. Dan setelah itu ia
pergi ke Roma untuk menghadiri konsili. Beberapa waktu setelah konsili, Paus
St. Damasus meminta St. Hieronimus untuk menjadi sekretarisnya. Atas permintaan
Paus, St. Hieronimus membuat revisi Kitab Suci. Saat itu Kitab Suci yang ada
sangat tidak bagus karena banyak terjemahan-terjemahan yang buruk, dan
interpolasi yang serampangan. Revisi ini adalah revisi pertama dari Kitab Suci
berbahasa Latin yang ada.
MULAI MENGALAMI
PERTENTANGAN
Disamping
aktivitas dan tugas-tugasnya, St. Hieronimus juga membantu mengembangkan dan
mengarahkan semangat asketis yang sedang berkembang, yang juga diikuti oleh
para wanita bangsawan Roma, diantaranya adalah St. Paula dengan anak-anaknya,
St. Blesilla dan St. Eustochium. Mereka ini nantinya menjadi pengikut pertama
yang pergi ke tanah suci untuk bergabung dengan St. Hieronimus. St. Hieronimus
sangat gigih dalam memerangi para penyembah berhala dan orang-orang yang hidup
dalam kejahatan, serta kaum religius yang mempunyai semangat suam-suam kuku,
dan mereka sangat terganggu oleh kata-kata keras, blak-blakan dan tajam dari
St. Hieronimus. Setelah Paus Damasus meninggal pada tahun 384, St. Hieronimus
tidak lagi mendapat perlindungan dan ia pun tidak lagi menjabat sebagai
sekretaris Paus.
Dalam
suratnya tentang kemurnian yang ia tulis kepada St. Eustochium, dia menulis
dengan tajam mengenai beberapa komunitas-komunitas Kristen, ia menulis “Semua
keinginan mereka adalah selalu mengenai pakaian-pakaian mewah dan indah-indah,
seharusnya mereka dibawa ke kamar pengantin dari pada menjadi seorang biarawan;
pikiran mereka hanya ingin mengetahui tentang nama-nama, rumah-rumah dan apa
yang menjadi kebiasaan para bangsawan, mereka membenci puasa, dan hanya
menuruti hasrat lidah mereka.” Dari apa yang terjadi itu bukanlah hal yang
mengejutkan, bila membangkitkan kemarahan. St. Hieronimus pun difitnah dan juga
disebarkan gosip tentang skandal antara dirinya dan St. Paula. Akhirnya St.
Hieronimus pun menghindar dan kembali ke Selatan, ia mencoba menenangkan diri
dalam kesunyian. Dalam permasalahan ini pun St. Hieronimus berbesar hati dan ia
berkata “Kita semua harus bertahan sampai kursi pengadilan Kristus tiba, dan
kita dapat tahu roh apakah yang menghidupkan kita.” Sembilan bulan kemudian di
Antiokia St. Paula dan St. Eustochium beserta para wanita saleh Roma yang
lainnya bergabung kembali dan memutuskan untuk mengasingkan diri bersama dengan
St. Hieronimus di tanah suci.
PEMBELAAN TERHADAP IMAN
KRISTEN
Karena
kemurahan hati St. Paula, maka dibangunlah sebuah biara untuk para biarawan dan
biarawati di dekat Basilika Nativity di Bethlehem. St. Hieronimus sendiri hidup
di dekat Bethlehem dan membuka sebuah seko-lah. Akhirnya selama beberapa tahun di sana mereka mendapatkan
kedamaian. Akan tetapi St. Hieronimus tidak dapat berdiam diri saat kebenaran
Iman Kristen terancam. Dia menerbitkan buku di Roma yang melawan Hel-vidius
dalam memperdebatkan doktrin tentang keperawanan St. Maria. Helvidius
memberikan pengajaran bahwa Maria mempunyai anak-anak dari St. Yusuf setelah
kelahiran Yesus Kristus. Selain itu ia menulis buku untuk mela-wan aliran
bidaah Jovinian. Hal pertama yang ia jelaskan adalah keperawanan Bunda Maria,
yang disangkal oleh para pengikut Jovinian, dan yang kedua adalah melawan
pengajaran-pengajaran keliru dan sesat yang lain. Buku-buku itu ditulis dengan
keyakinan iman yang kuat, tajam dan keras. Beberapa tahun kemudian St.
Hieronimus mengarahkan perhatiannya kepada Vigilantius – Dormantius, kedua imam
yang menentang selibat dan penghormatan kepada relikwi orang kudus dan para
martir. Mereka menjuluki orang yang menghormatinya sebagai penyembah-penyembah
berhala dan ibadat yang sia-sia. Dalam hal itu ia memberikan jawaban “Kami
tidak menyembah relikwi para martir itu; tetapi kami menghormati mereka dan
kami menyembah Dia yang memanggil mereka pada jalan kemartiran itu, kami
menghormati para hamba Allah dan penghormatan yang kami berikan mencerminkan
penghormatan dan penyembahan kami kepada-Nya.” St. Hieronimus memberikan arti
penghormatan yang sesungguhnya dan memberikan penjelasan tentang perbedaan
antara menghormati dan penyembahan berhala. “Tidak ada seorang Kristen pun yang
menyembah mereka sebagai Tuhan” dan untuk menunjukkan bahwa para santo dan
santa berdoa bagi kita, St. Hieronimus berkata “Jika para rasul dan para martir
saat masih hidup di dunia dapat mendoakan orang lain, betapa lebih lagi apa
yang dapat mereka lakukan setelah mereka menerima mahkota kemenangan di Surga!
Apakah saat ini mereka menjadi tidak berdaya? Ingat mereka kini bersatu dengan
Yesus Kristus di Surga!”
Dari
tahun 395 sampai 400 St. Hieronimus ikut serta dalam melawan aliran Origenisme.
Ada beberapa penulis mengatakan, tidak ada orang yang lebih suka memakai hasil
karya Origenes dan mengagumi karyanya itu lebih dari St. Hieronimus; tetapi
ditemukan di Gereja Timur ada beberapa orang yang membuat penyesatan yang
menyedihkan dengan memakai nama Origenes dan juga dalam beberapa tulisannya. Ia
bersama dengan St. Epifanius secara aktif melawan penyebaran ajaran yang tidak
benar itu. St. Hieronimus menulis pada tahun 416 “Aku tidak pernah terpengaruh
oleh bidaah dan selalu berhasil menekankan sepenuhnya dalam diriku bahwa musuh
Gereja juga menjadi musuhku,” tetapi ia begitu bijaksana dan toleran kepada
orang lain dengan mengatakan bahwa bukan berarti setiap orang yang berbeda
pandangan dengannya adalah juga musuh Gereja. Ia tidak mempunyai sikap yang
basa-basi jika memerangi hal kejahatan dan penyesatan, ia adalah orang yang
cepat marah dalam hal tertentu, tetapi ia juga orang yang cepat menyesal,
bahkan hal itu ia tekankan lebih terhadap dirinya sendiri daripada terhadap
orang lain. Ada sebuah cerita bahwa Paus Sixtus V melihat lukisan-lukisan para
kudus yang salah satunya terdapat lukisan St. Hieronimus, dan disitu dilukiskan
St. Hieronimus sedang memukul dadanya dengan sebuah batu. Dan Paus Sixtus V
berkata “Kamu melakukan hal yang baik dengan batu itu, tanpa hal itu kamu tidak
akan dikanonisasi dan digelarkan kudus oleh Gereja.”
HIERONIMUS
SEORANG AHLI PENTERJEMAH KITAB SUCI
Tidak
ada yang disumbangkan oleh St. Hieronimus untuk Gereja yang lebih termasyhur
daripada hasil karya penerjemahan Kitab Suci yang begitu indah. Dapat dilihat
pada waktu Roma dibawah pimpinan Paus Damasus, St. Hieronimus telah memperbaiki
terjemahan Injil, dan seluruh kitab Perjanjian Baru serta Mazmur dalam bahasa
Latin kuno. Terjemahan barunya dari bahasa Ibrani terutama Perjanjian Lama
adalah karyanya pada tahun-tahun ketika ia tinggal di Bethlehem. Dilihat dalam
berbagai sudut pandang penterjemahan dari bahasa asli ke dalam bahasa Latin,
terjemahan ini sungguh patut untuk dikagumi. Terjemahannya dalam bahasa Latin
mendapat sebutan Vulgata. Hasil karya St. Hieronimus ini telah dinyatakan oleh
Konsili Trente sebagai sumber dan acuan resmi Kitab Suci berbahasa Latin dalam
Gereja Katolik dan juga menjadi sumber dan acuan dari versi-versi kitab suci
yang dibuat atau diterjemahkan dengan bahasa-bahasa lain.
St.
Hieronimus telah dibangkitkan oleh Tuhan dengan cara yang khusus dan istimewa.
Gereja memberinya gelar yang tertinggi dari semua Doktor yang ada dalam Gereja
untuk penterjemahan Kitab Suci. Paus Clement VIII menyebut St. Hieronimus
sebagai manusia yang dibimbing secara ilahi dalam menter-jemahkan Kitab Suci
itu. Ia dipersiapkan dengan begitu luar biasa oleh Tuhan dalam pembentukannya,
ia mengalami pemurnian hati yang besar dan menghabiskan waktu-waktunya dalam
keheningan, kontemplasi dan kurban-kurban untuk silih bagi dosa-dosanya. Selain
hal-hal tersebut, St. Hieronimus adalah seorang insan Allah, ia senantiasa
berusaha mencari Allah dalam kesunyian dan keheningan untuk dapat bersatu
dengan-Nya. Kesunyian dan keheningan itu memberi terang dan bantuan rahmat dari
surga, memberikan pikiran dan watak yang baru kepadanya, sebelum Tuhan
memanggil dan memakainya untuk melakukan kehendak-Nya.
AKHIR
HIDUPNYA
Menjelang
hari-hari kematiannya St. Hieronimus menunda pekerjaan studinya karena serbuan
bangsa Barbar, dan juga kekerasan dan penganiayaan oleh para pengikut bidaah
Pelagianisme. Banyak yang disiksa, seorang diakon dibunuh, dan mereka membakar
biara-biara. Pada tahun berikutnya St. Eustochium meninggal dan tak lama
kemudian St. Hieronimus pun meninggal dunia. Ia meninggal dengan damai pada
tanggal 30 september 420. Ia dimakamkan di bawah Gereja Nativity, dan lama
sesudah itu jenasahnya dipindahkan ke Roma. St. Hieronimus digambarkan bersama
dengan seekor singa yang melambangkan ketidakgentaran dan keberaniannya dalam
membela kebenaran iman yang sejati.
Ketekunan
St. Hieronimus dalam doa dan kepekaan terhadap bimbingan Roh Kudus, memberi dia
kemampuan untuk mengenal dan memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan melalui
Sabdanya. Karena itu marilah kita meneladani semangat doa dari St. Hieronimus
ini dan keterbukaan hatinya akan kehadiran Roh Kudus agar kita mampu mengenal
apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam kehidupan kita, baik itu lewat Sabda
Tuhan sendiri maupun lewat bisikan Roh Kudus di dalam doa-doa harian kita.
St.Hieronimus doakanlah kami
Artikel diambil dari:http://www.carmelia.net/