Selasa, 09 Februari 2016

MENGAPA UMAT KATOLIK PERLU MELAKUKAN PANTANG DAN PUASA?




“What are you going to give up this Lent?”

Di Amerika ini, ada pertanyaan umum menjelang masa Prapaska. Dalam pembicaraan sehari- hari antar teman, seseorang dapat bertanya, “What are you going to give up this Lent?” (“Kamu mau pantang apa dalam Masa Prapaska ini?”). Ya, seharusnya pertanyaan ini timbul di hati kita sebelum kita memulai masa Prapaska, jika kita ingin membuat Masa Prapaska ini suatu kesempatan kita untuk bertumbuh secara rohani. Inilah kesempatan bagi kita untuk merenungkan, hal apa yang paling kita sukai, yang dapat kita ‘korbankan’ demi menyatakan kasih kepada Tuhan, yang lebih dahulu mengasihi kita. Hal yang disukai bisa berbeda antara orang yang satu dengan yang lain, dan karena itu, yang paling dapat merasakan efeknya adalah orang yang bersangkutan. Ada keluarga teman saya yang senengnya menonton TV, kemudian mereka memutuskan untuk mengurangi nonton TV sehingga hanya 1 kali seminggu, hari Sabtu. Waktu yang tadinya dipakai untuk nonton TV dipergunakan untuk berkumpul dan berdoa bersama. Tahun lalu, di samping pantang daging, suami saya memilih pantang kopi, dan saya pantang sambal. Minggu pertama sangat berat buat suami saya, yang sudah bertahun-tahun terbiasa minum kopi minimal 3 gelas sehari. Awalnya, kepalanya pusing dan selalu mengantuk, namun toh akhirnya bisa juga. Lalu saya, dengan pantang sambal maka makan apapun rasanya kurang pas di lidah saya. Tapi hal ini mengajarkan saya supaya tidak lekas komplain. Sebab ini bukan apa-apa jika dibandingkan dengan pengorbanan Yesus di kayu salib.

Memang, kita dapat menemukan banyak jenis pantang, dan mungkin pula kita dapat memilih yang sedikit lebih sulit, yang melibatkan penguasaan diri. Contohnya, pantang membicarakan kekurangan orang lain, pantang membicarakan kelebihan diri sendiri, pantang mengeluh/ komplain, pantang berprasangka negatif atau pantang marah bagi orang yang lekas emosi. Selanjutnya kita diajak untuk lebih mengarahkan hati kepada Tuhan dan berusaha menyenangkan hati-Nya dengan pikiran dan perbuatan kita. Ini adalah contoh yang paling sederhana dari ucapan, “Aku mau mati terhadap diri sendiri dan hidup bagi Tuhan” (lih. Rom 6:8). Jadi pantang dan puasa bukan sekedar tidak makan daging atau tidak jajan, tetapi selebihnya tak ada yang berubah dalam hubungan kita dengan Tuhan. Kita diundang untuk melihat ke dalam diri kita, untuk melihat kebiasaan apakah yang selama ini menghalangi kita untuk lebih dekat kepada Tuhan. Mari, pada masa Prapaska ini, kita membuat suatu usaha nyata untuk mengambil ‘penghalang’ tersebut dalam hidup kita. Dan dengan demikian, kita dapat mengalami hubungan yang lebih baik dengan Tuhan.

Buat apa berpantang dan berpuasa

Setiap masa Prapaska, kita diajak oleh Gereja untuk bersama-sama berpantang dan berpuasa. Puasa dan pantang yang disyaratkan oleh Gereja Katolik sebenarnya tidak berat, sehingga sesungguhnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukannya. Namun, meskipun kita melakukannya, tahukah kita arti pantang dan puasa tersebut bagi kita umat Katolik?

Bagi kita orang Katolik, puasa dan pantang artinya adalah tanda pertobatan, tanda penyangkalan diri, dan tanda kita mempersatukan sedikit pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib sebagai silih dosa kita dan demi mendoakan keselamatan dunia. Jika pantang dan puasa dilakukan dengan hati tulus maka keduanya dapat menghantar kita bertumbuh dalam kekudusan. Kekudusan ini yang dapat berbicara lebih lantang dari pada khotbah yang berapi-api sekalipun, dan dengan kekudusan inilah kita mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Allah begitu mengasihi dan menghargai kita, sehingga kita diajak oleh-Nya untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan ini. Caranya, dengan bertobat, berdoa dan melakukan perbuatan kasih, dan sesungguhnya inilah yang bersama-sama kita lakukan dalam kesatuan dengan Gereja pada masa Prapaska.

Jangan kita lupa bahwa masa puasa selama 40 hari ini adalah karena mengikuti teladan Yesus, yang juga berpuasa selama 40 hari 40 malam, sebelum memulai tugas karya penyelamatan-Nya (lih. Mat 4: 1-11; Luk 4:1-13). Yesus berpuasa di padang gurun dan pada saat berpuasa itu Ia digoda oleh Iblis. Yesus mengalahkan godaan tersebut dengan bersandar pada Sabda Tuhan yang tertulis dalam Kitab Suci. Maka, kitapun hendaknya bersandar pada Sabda Tuhan untuk mengalahkan godaan pada saat kita berpuasa. Dengan doa dan merenungkan Sabda Tuhan, kita akan semakin menghayati makna puasa dan pantang pada Masa Prapaska ini.

Puasa dan pantang tak terlepas dari doa

Jadi puasa dan pantang bagi kita tak pernah terlepas dari doa. Dalam masa Prapaska, puasa, pantang dan doa disertai juga dengan perbuatan amal kasih bersama-sama dengan anggota Gereja yang lain. Dengan demikian, pantang dan puasa bagi kita orang Katolik merupakan latihan rohani yang mendekatkan diri pada Tuhan dan sesama, dan bukan untuk hal lain, seperti semata-mata ‘menyiksa badan’, diit/ supaya kurus, menghemat, dll. Janganlah kita lupa, tujuan utama puasa dan pantang adalah supaya kita dapat lebih menghayati kasih Tuhan yang kita terima dan kasih kepada Tuhan. Kita diajak untuk merenungkan sengsara Kristus demi menyelamatkan kita, dan selanjutnya kita diajak untuk menyatakan kasih kita kepada Kristus, dengan mendekatkan diri kepada-Nya dan sesama.

Dengan puasa kita mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah

Dengan mendekatkan dan menyatukan diri dengan Tuhan, maka kehendak-Nya menjadi kehendak kita. Dan karena kehendak Tuhan yang terutama adalah keselamatan dunia, maka melalui puasa dan pantang, kita diundang Tuhan untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan dunia, yaitu dengan berdoa dan menyatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib. Kita pun dapat mendoakan keselamatan dunia dengan mulai mendoakan bagi keselamatan orang-orang yang terdekat dengan kita: orang tua, suami/ istri, anak-anak, saudara, teman, dan juga kepada para imam dan pemimpin Gereja. Kemudian kita dapat pula berdoa bagi para pemimpin negara, para umat beriman, ataupun mereka yang belum mengenal Kristus.

Tidak terbatas Pantang dan Puasa dan derma/amal

Dalam masa Prapaska ini, dapat pula kita melakukan sesuatu yang baik yang belum secara konsisten kita lakukan. Misal, bangun lebih pagi setiap hari untuk berdoa, misal dari yang biasanya 5 menit, usahakan jadi 10 menit; atau dari yang biasanya 10 menit, usahakan jadi 20 menit, atau yang 30 menit jadi 1 jam. Memulai hari dengan berdoa dan merenungkan Sabda Tuhan adalah sesuatu yang perlu kita usahakan setiap hari.

Mengikuti Misa Harian (di samping Misa hari Minggu, tentu saja) adalah sesuatu yang dapat pula kita lakukan, jika itu memang memungkinkan dalam situasi kita. Jangan terlalu cepat mengatakan tidak mungkin, jika belum pernah mencoba. Apalagi jika kita tidak mencobanya karena malas bangun pagi. Mengikuti Misa dan menyambut Kristus dalam Ekaristi adalah bukti yang nyata bahwa kita sungguh menghargai apa yang telah dilakukan-Nya bagi kita di kayu salib demi keselamatan kita. Kita dapat pula meluangkan waktu untuk doa Adorasi, di hadapan Sakramen Maha Kudus, jika memang ada kapel Adorasi di paroki/ di kota tempat kita tinggal. Atau kita dapat mulai berdoa Rosario setiap hari. Atau mulai dengan setia meluangkan waktu untuk mempelajari Kitab Suci dan Katekismus Gereja Katolik. Atau mengikuti Ibadat Jalan Salib di gereja, atau jika tidak mungkin, melakukannya bersama dengan keluarga di rumah.

Dalam relasi kita dengan sesama, juga tidak terbatas dengan ‘asal sudah nyumbang, maka sudah beres’. Dengan merenungkan sengsara Tuhan Yesus, maka kita diajak untuk lebih peka terhadap sikap kita terhadap sesama yang kurang beruntung. Misalnya, yang paling dekat adalah pembantu rumah tangga dan supir. Pernahkah kita memberi kesempatan pada mereka untuk beristirahat, misalnya memberi mereka libur? Libur di sini tidak termasuk hanya pada libur Lebaran, dst, tetapi libur/ istirahat agar mereka juga dapat berekreasi dan melepas lelah. Atau apakah kita menjalin persahabatan dengan sesama anggota Paroki yang berkekurangan?

Wah, banyak sekali sesungguhnya yang dapat kita lakukan, jika kita sungguh ingin bertumbuh di dalam iman. Namun seungguhnya, mulailah saja dengan langkah kecil dan sederhana. St. Theresia dari Liseux pernah mengatakan tipsnya, yaitu, “Lakukanlah perbuatan-perbuatan yang kecil dan sederhana, namun dengan kasih yang besar.”

Penutup

Maka untuk menjawab pertanyaan awal, “Mau pantang apa aku pada Masa Prapaska ini?”, kita perlu kembali melihat ke dalam hati kita masing-masing. Pasti jika kita mau jujur, akan selalu ada yang dapat kita lakukan. Mengurangi nonton TV, mengurangi ngemil/ jajan, mengurangi nonton bioskop, tidak main game di internet, dll hanya contoh saja, namun itu belum lengkap, jika kita tidak menggunakan waktu tersebut, untuk hal-hal lain yang lebih mendukung perbuatan kasih kita kepada Tuhan dan sesama.

Ya, dengan Rabu Abu, kita diingatkan bahwa hidup kita di dunia ini hanyalah sementara, maka mari kita mempersiapkan diri bagi kehidupan kita yang sesungguhnya di surga kelak. Kita hanya dapat masuk surga dan memandang Tuhan hanya jika kita memiliki kekudusan itu (lih. Ibr 12:14), maka sudah saatnya kita bertanya pada diri sendiri: sudahkah aku hidup kudus? Masa pertobatan adalah masa rahmat yang Tuhan berikan pada kita, untuk mengatur kembali fokus kehidupan kita. Apakah yang menjadi pusat kegiatanku sehari-hari: aku atau Tuhan? Jika kita masih banyak menemukan ‘aku’ sebagai pusatnya, mungkin sudah saatnya kita mulai mengubahnya….

Sumber: Katolisitas.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar