Dari beberapa obrolan pas sehabis sembayangan , ada terlontar kalau
beberapa orang menyukai sengsu, ini menggelitik saya untuk curhat tentang
konsumsi daging anjing ini bahkan mereka yang menjadi tokoh agama. Terlebih
bagi umat Kristiani, konsumsi daging ini tidak di haramkan. Apalagi ada yang
melontarkan kalau daging ini enak, harganya terjangkau dan selama ini tidak ada
orang yang keracunan makan daging ini.
Sebenarnya saya tidak mempermasalahkan kalau memang mereka mengonsumsi
ini dengan menyembelih dan memasak sendiri dari hewan sehat yang dibeli
hidup, bukan dari penjual di lapak-lapak kakilima.
Tahukah
Kamu Bagaimana Manusia Menangkap dan Membunuh Mereka Untuk Dimakan?
Cara menangkap anjing liar di luar
batas kengerian yang bisa kamu bayangkan. Terkadang mereka harus rela diracun,
dipukul hingga pingsan, dibakar hidup-hidup belum lagi berdesak-desakan di
kandang yang sangat sempit sebelum diangkut ke penjagalan yang menempuh
perjalanan berjam-jam.
Dari investigasi
beberapa animal rescuer lolongan yang menyayat bercampur bau anyir darah dan
daging segar menjadi pemandangan nan memilukan di rumah jagal anjing di
bilangan Cawang, Jakarta Timur. Dengan mulut terikat tali plastik, kawanan
anjing itu dibungkus karung dan diangkut dengan sebuah truk menempuh perjalanan
sepanjang puluhan hingga ratusan kilometer. Dalam sehari, paling tidak sekitar
100 ekor anjing masuk ke rumah jagal itu. Mereka dikumpulkan di sebuah ruang
isolasi seluas 3 x 3 meter berpintu teralis besi mirip kamar tahanan.
Anjing-anjing itu bersesak-sesak di ruangan yang pengap, bau kotoran, dan
jarang dibersihkan itu. Tanpa air dan makanan, sehingga tak jarang ada anjing
yang mati diterkam kawannya sendiri, yang tak kuat menahan lapar.
Tetapi sesungguhnya, penderitaan mereka baru mulai di tempat penjagalan ini. Mereka harus menyaksikan kawan dan keluarganya dibantai sebelum tiba giliran mereka. Moncong dan kaki diikat dengan kuat dan mereka harus rela tubuh mereka dihajar habis-habisan hingga mereka menyerah, kalah dan menghembuskan napas pasrah. Bahkan mereka harus mau bagian tubuhnya ditebas dengan golok berkali-kali dalam keadaan sadar. Cobalah tanyakan pada hati nuranimu sendiri, sesakit apakah kira-kira mereka sebelum mati dan dihantarkan ke meja makan kita
.
Bagaimana
Manusia Bisa Punya Hati Untuk Melahap Sahabatnya Sendiri?
Anjing adalah salah satu hewan
yang sejak dulu menjadi sahabat dekat manusia. Ini bukan cuma telaah
kosong atau riset tanpa bukti. Para peneliti di ELTE University di
Hungaria membuktikan bahwa anjing memiliki kesamaan emosi dengan
manusia. Mereka menggunakanMagnetic Resonance Scanner untuk
memindai otak anjing. Mereka juga meneliti 200 suara emosional anjing yang
berupa lenguhan, gongongan, bahkan hingga tangisan. Dari rangkaian emosinya,
disimpulkan anjing bisa menjadi sahabat manusia karena mereka sanggup memahami
serta memiliki emosi yang serupa dengan kita.
Sungguh, makhluk seperti ini bukan makanan. Anjing adalah hewan yg manis dan sangat setia tidak pantas buat di komsumsi
.
Berdasarkan
data Animal Friends Jogja (AFJ), JAAN dan Garda Satwa menyebutkan,
perdagangan anjing untuk konsumsi di berbagai kota besar di Indonesia seperti
Yogyakarta, Solo, Jakarta, Bandung, Bali, Medan dan Manado serta berbagai kota
lain di Jawa Tengah makin marak.
Di Yogyakarta saja diperkirakan 360 ekor
anjing dibunuh tiap minggunya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti
perdagangan anjing untuk konsumsi manusia sebagai faktor kontributif terhadap
penyebaran rabies di Indonesia, karena perdagangan tersebut mendorong hewan ini
dari berbagai sumber untuk diangkut antar pulau. Pengangkutan jarak jauh dan dalam jumlah
besar dari anjing-anjing ini yang dibunuh untuk daging mereka juga dikaitkan
dengan berjangkitnya rabies. Dari beberapa riset merilis kalau penyakit rabies
ini tidak mati walaupun daging anjing ini sudah dimasak.
Berikut saya lampirkan posting mengenai
hal ini yang saya dapat via Facebook / media
sosial
( surat yang dikirim dog lover di Jogja)
Anjing ini menitikkan airmata
Ia
satu dari sekitar enam puluh ekor anjing
yang pagi itu tiba di Jogja dari Pangandaran, Jawa Barat. Sejak berangkat tubuh
mereka disekap dalam karung dan moncongnya dibebat erat rafia. Sebetulnya
inilah akhir langkah mereka sebagai mahluk hidup. Karena mereka tidak akan
pernah lagi mencecap makanan, sekalipun rempahan kerupuk, dan hanya minum dari
guyuran air sungai atau tetesan hujan atas kebaikan sopir truk dan awaknya yang
tidak akan membiarkannya menjadi bangkai di tengah perjalanan panjang.
Mereka
baru akan lepas dari bagor dan rafianya setelah melepas nyawa.
Anjing
malang tadi menangisi dirinya dan teman-temannya. Tiba di tujuan mereka
diturunkan dari truk dengan digajuli atau dilempar satu per satu seperti
karungan sampah. Sebuah kamar pengap menyekap mereka. Tak ada makanan, tak ada
air, tak ada gonggongan. Mereka hanya saling menatap dan mendengarkan tangis.
Tangis diri mereka sendiri-sendiri. Karena suara yang tertahan di kerongkongan
hanya akan terjun ke dalam, ke batin.
Mereka
menangis sebab divonis tak berguna.
Mereka akan memberikan lebih dari yang sudah pernah dilakukannya untuk manusia
jika dianugerahi kesempatan. Tapi orang-orang di sekeliling mereka mengharap
kalkulasi yang eksak: bathi, keuntungan. Itu sebabnya tak ada secuilpun makanan
untuk mereka, karena akan mencuil laba.
Seusai
order para pedagang sengsu penjagal akan mengeluarkan kelompok demi kelompok.
Dan satu demi satu dihajar pukulan batang kayu tepat di kepala. Di hadapan
teman-temannya yang menunggu hitungan. Entah mati entah pingsan penjagal dengan
dingin memutuskan leher dan semangat hidupnya.
Ayam,
kambing, dan sapi lebih beruntung karena Dinas Peternakan selalu memantau dan
menjaga kondisinya sebelum diserahkannya tubuhnya untuk kebutuhan manusia.
Sebagian orang yang bekerja untuk kebutuhan itupun masih mengucap syukur saat
melakukan tugasnya. Bahkan ada yang mengelus punggungnya dan menepuk-nepuk
kepalanya sebagai ungkapan terimakasih. Anjing-anjing ini dilibas dengan keji
seolah mereka bukan ciptaan Tuhan.
Saya
mohon dengan sangat bantuan dari Bapak Sultan untuk membantu menghentikan
perdagangan ini. Dan harapan saya adalah
Wilayah Yogyakarta akan menjadi wilayah yang bebas dari kekejaman ini. Apabila ada kata-kata yang kurang pantas saya
mohon maaf sebelumnya. Terima kasih.
Cerita mahasiswa Universitas
Negeri Solo yang di muat di Kompasiana
Saya
mengetahui hal ini juga tidak sengaja, saat ramai-ramainya Pemilihan Walikota
di Solo, tahun 2005, kebetulan saya ngobrol di rumah salah satu teman, yang
dekat dengan tempat penjagalan anjing. Awalnya saya heran, kok mulai pukul
02.00 dini hari, selalu ada lolongan anjing, tapi tidak panjang, kemudian
terdiam, selang beberapa saat terdengar lagi. Kata teman saya, suara itu dari
tempat penjagalan anjing.
Cara membunuhnya, Kepala anjing itu dikepruk pakai
kayu, kemudian anjing tersebut diikat dalam karung, di masukkan (dilelebke) ke
sungai, sampai mati. Hal ini dimaksudkan supaya darah anjing tersebut tidak
keluar, sehingga dagingnya lebih gurih. Dalam sehari, di tempat penjagalan
tersebut, tidak kurang dari 30 ekor anjing yang dikepruk. Saya agak bergidik
membayangkan, sebab kalau model menyembelih anjing dengan jalan “ngepruk
kepala” kemudian “menenggelamkan” saya pernah memergoki pelaku pengeprukan ini
di jembatan di belakang kampus Pertanian, saat jalan-jalan sehabis sholat
shubuh. Seseorang sedang memasukkan anjing yang sekarat ke dalam karung,
kemudian menenggelamkannya di jembatan belakang Fakultas Pertanian.
Perlunya
pengawasan supaya dalam penjagalannya, anjing-anjing tersebut diperlakukan
lebih “manusiawi”, tidak dengan model penyiksaan seperti itu. Seperti yang juga
pernah saya dengar, katanya dalam penyembelihan babi, ada juga yang dengan cara
menusuk leher babi dengan besi panas, sehingga aliran darah ke otak terhenti
kemudian mati, tapi darah tidak keluar dari tubuh. Cara ini sekali lagi katanya
untuk mempertahankan cita rasanya. Namun, apakah hanya sekedar untuk memenuhi
“syahwat lidah” ini kemudian manusia punya hak untuk menyiksa ?
Curhat seorang blogger di
JalanSutra
Koran Tempo Minggu kemarin memuat foto-foto tempat
penjagalan anjing. Saya lupa di rubrik apa, saking langsung keder, pokoknya di
halaman ke-3 dari belakang. Foto-fotonya
mengerikan, sadis. Salah satunya adalah foto yang menampakkan anjing-anjing
masih hidup dibungkus karung, hanya kepala mereka yang kelihatan, dengan
moncong diikat tali, digeletakkan bertumpukan begitu saja.
Yang bikin saya menangis adalah di hadapan anjing-anjing itu
tampak wadah besi kosong, dengan ceceran darah di dekatnya. Saya sedih sekali membayangkan
betapa ngerinya perasaan anjing-anjing itu, melihat teman mereka dijagal di
depan mata tanpa mereka bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan diri. Saya tidak tahu bagaimana keadaan di tempat
jagal sapi, yang terus terang dagingnya
memang saya makan. Mungkin saja sesadis tempat jagal anjing ini. Tapi saya kok
miris banget ya lihat foto-foto kemarin itu.... Saya menyesal melihat foto-foto
mengerikan tersebut, soalnya sampai hari ini masih terbayang.
Dari cerita seorang saudara dan teman mengatakan kalau disekitarnya ada peternakan
anjing yang memang khusus untuk suplai ke lapo-lapo pedagang sengsu. Dari
anjing –anjing ini tentunya tidak semua sehat ada beberapa kali kasus yang terkena
parvovirus sehingga anjing ini kejang
dan kaku badannya. Setelah sekarat anjing ini akhirnya di sembelih. Bayangkan bagaimana mungkin dari daging yang
sudah sakit terkena virus bisa menyehatkan badan kita. Mungkin belum ada kasus
keracunan tapi kita tidak tahu efek jangka panjang dari konsumsi daging yang
seperti ini.
Cerita lain berasal dari penulis terkenal Alberthine Endah
yang juga seorang animal rescuer, dari cerita beberapa rekannya terungkap kalau
ada anjing-anjing hidup yang menjadi bahan praktikum anak-anak FKH, setelah di udel-udel
dan mungkin di suntik (dengan beberapa obat percobaan) badannya, konon setelah
itu anjing-anjing ini dijual ke lapo-lapo sengsu dalam keadaan sekarat. Bayangkan
penderitaan mereka !!!!! Tegakah kita yang dikaruniai akal dan budi ini
memuaskan nafsu duniawi diatas penderitaan anjing-anjing ini.
Apa yang sebaiknya kita perbuat???
- · Hentikan makan daging anjing ini, terlebih jangan beli dari lapo-lapo penjual sengsu karena mereka ini disuplai dari rumah penjagalan hewan yang kejam
- · Yang terakhir : bukan kah dalam ajaran yang kita yakini, selalu didenggungkan tentang ajaran kasih??? Kalau kita bisa mengasihi sesama kita, harusnya kita juga mengasihi mahluk hidup lain sesama ciptaan Tuhan. Jika permintaan konsumsi daging anjing ini bisa turun atau malah hilang sama sekali, bisa dipastikan rumah-rumah penjagalan anjing yang kejam ini juga akan tutup. Dan kita secara tidak langsung berkontribusi dalam pencegahan penyebaran rabies.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar