Sabtu, 11 Juli 2015

“Tuhanlah yang menggerakkan hati saya untuk menjadi pastor.”

       Beberapa hari ini entah mengapa saya secara kebetulan menemukan artikel-artikel tentang kisah panggilan menjadi biarawan maupun imam yang cukup menyentuh. Mungkin ini pertanda dari Tuhan supaya kita, para umat tidak berhenti untuk  berdoa mohon panggilan dan juga mendoakan Romonya yang sering terlupakan…..
Semoga salah satu sharing cerita yang diambil dari Hidupkatolik.com / FB: Bunda Maria Santa Perawan Suci, ini dapat menyentuh kita untuk lebih perduli dan terus mendoakan para Hidup Bakti. 


CERITA NYATA TELADAN KELUARGA KATOLIK
"HIDUP LUAR BIASA KARENA ALLAH"

Ini adalah cerita nyata yang bobotnya luar biasa, karena manusia normal pada umumnya akan menolak opsi kehidupan ini. Dua putra keluarga bapak Aloysius Sanjaya dan Esther Widyawati yang sudah dipersiapkan mewarisi usaha di bidang konstruksi baja, memutuskan masuk biara dan menjadi pastor. Tuhan memanggil sewaktu mereka studi  di Amerika.


Suatu malam di penghujung 2004, Edwin Bernard Timothy terjaga dari lelap. Lantas, tak sengaja ia menonton film “The Song of Bernadette” di layar kaca. Keutamaan sikap Santa Bernadette yang mengemuka dalam film hitam putih produksi tahun ‘50-an itu, menyentuh nurani pemuda yang tengah studi S2 bidang geography information system di Universitas Buffalo, New York State, Amerika Serikat ini. “Ada sesuatu yang indah, sesuatu yang belum pernah saya rasakan sebelumnya,” ungkapnya saat ditemui di kediaman orangtuanya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis, 6 Juni 2013. Kisah Santa Bernadette itu membuat hidup rohani Edwin menggeliat. “Sejak itu, setiap hari saya berdoa rosario dan ikut Misa,” kenangnya.

Selanjutnya, pria kelahiran 25 Januari 1982 ini mendulang pengetahuan rohani dari beragam buku agama, hal yang sebelumnya tak terlintas di benaknya. Hingga suatu hari, ia membaca buku mengenai hidup bakti dalam Gereja Katolik. Panggilan membiara pun mulai menggelitik hatinya. “Saya merasa ‘klik’, saya tertarik menjadi biarawan,” ujarnya.

Enam bulan berselang, seusai studi S2, Edwin memilih ordo. “Saya masuk Ordo Pengkhotbah (Dominikan),” katanya. Seiring bergulirnya waktu, panggilan yang ditelusuri Edwin bermuara pada 24 Mei 2013, ketika Mgr Christopher Cardone OP menahbiskannya menjadi imam Dominikan di Gereja St Dominic, Washington DC, Amerika Serikat.

Seperti di Surga
Ketika pertama kali Edwin menjejakkan kaki di Biara Suster-Suster Dominikan di Buffalo New York State, kekaguman menyergapnya. “Suster suster Dominikan sedang mendaraskan Mazmur dan lagu-lagu Gregorian dengan begitu indah. Saya seperti berada di surga,” ujar Edwin sembari melepas tawa.


Namun, seulas kekhawatiran tak sanggup berkhotbah mengganjalnya. “Lalu, saya memohon kepada Tuhan, jikalau memang Dia memanggil saya, tolonglah saya.” Setelah itu, batin Edwin terasa lapang. Juli 2006, Edwin masuk biara. Dengan keteguhan hati, Edwin meniti titian imamat. “Bagi saya, panggilan ini merupakan life time commitment. Meski sejak awal saya tak pernah ragu,” ucap pria tamatan SMA Kanisius Menteng tahun 2000 ini.  “Saya bersyukur, orangtua menerima keputusan saya.”

Sanjaya dan Esther membenarkan, bagi mereka panggilan itu sebuah misteri dan itu sudah direncanakan Tuhan, sehingga mereka tidak memaksa atau melarang putranya masuk seminari dan menjadi imam.
“Semuanya sesuai rencana Tuhan. Siapa yang tahu akan panggilan, semua tidak ada yang tahu. Hanya Tuhan yang tahu. Sebagai orangtua, kami menerima, semuanya berjalan seperti air mengalir.”

Dalam ramah tamah seusai Misa di Redemptor Mundi, 26 Juni 2013, Pastor Edwin bercerita kepada umat bahwa ketika di bangku SD mau pun SMP, dia tak pernah bermimpi bakal menjadi imam. “Tidak tahu, mengapa saya terpanggil menjadi pastor. Padahal, ketika masih anak-anak sampai remaja, saya tidak pernah terlibat dalam tugas-tugas di gereja, baik putra altar, misdinar atau pun rekat (Remaja Katolik),” kisah imam baru itu. Orangtuanya juga tidak pernah mendorong dan tidak pernah melarang dia masuk seminari. “Tuhanlah yang menggerakkan hati saya untuk menjadi pastor,” kata Pastor Edwin.
Lalu, mengapa tertarik masuk Ordo Pewarta atau Ordo Pengkotbah (OP)? Di depan sekitar 1.000 umat yang hadir, Pastor Edwin bercerita, “Sewaktu kecil dan remaja, saya sering mengunjungi biara suster OP. Mungkin terlalu keseringan bertemu para suster OP, eh, malah tertarik. Itulah misteri panggilan. Tuhan sudah memanggil dan kita merespons,” kata imam itu.

Ternyata, hidup membiara juga mempesona sang kakak, Cornelius Leo Adrianus. Cornelius, yang sebelumnya selalu tinggal satu rumah dengan Edwin di Negeri Paman Sam, kerap ikut membaca buku-buku rohani milik adiknya. Ia juga mengikuti siaran-siaran rohani di saluran televisi Katolik setempat.
Meski ia tengah studi S3 bidang geography information system di kampus yang sama dengan kampus adiknya, niatnya masuk biara tak terbendung. “Saya mulai merasakan ada konflik antara hidup profesional saya dengan hidup rohani,” tandas Cornelius yang sudah menjadi dosen di kampusnya.


Setahun setelah Edwin masuk Biara Dominikan, Cornelius masuk Ordo Community of St John (CSJ). Di biara, Cornelius mendapati irama hidupnya sungguh berbeda dengan sebelumnya. “Tapi, saya bahagia karena hidup lebih realistis. Dulu, semua yang saya butuhkan bisa saya beli. Sekarang, semua yang saya butuhkan harus saya kerjakan sendiri,” ucap pria yang saat ini menjadi frater CSJ di Perancis.

Pria kelahiran 30 Juli 1980 ini mengibaratkan panggilan hidupnya sebagai mutiara. “Tuhan memberikan mutiara kepada kami, dan untuk itu, kami harus meninggalkan semua yang kami miliki.”
Luar Biasa
Semula, orangtua Cornelius dan Edwin, Aloysius Sanjaya dan Esther Widyawati, tak pernah menangkap semburat tanda bahwa kedua putranya bakal masuk biara. Semasa di Jakarta, mereka enggan berhimpun dalam Putra Altar atau Orang Muda Katolik (OMK). “Hidup rohani kami biasa-biasa saja, hanya masuk gereja setiap Minggu,” tutur Esther.

Namun, sejak kecil, perilaku Cornelius dan Edwin cenderung tak merepotkan orangtua. Mereka tak pernah bertengkar atau iri hati. Nyaris tak ada tangis anak-anak di rumah keluarga Sanjaya. “Dulu, saya merasa semua itu wajar saja. Tetapi, belakangan saya tersadar bahwa mereka memang spesial,” kenang Esther. Sejak awal perkawinan, 1979, pasangan ini merintis usaha konstruksi baja. “Kami bekerja keras mengembangkan usaha demi anak-anak,” kata Sanjaya. Selepas SMA, mereka mengirim Cornelius dan Edwin ke Amerika Serikat guna menuntut ilmu agar kelak bisa meneruskan usaha. Ternyata, jalan hidup bertutur lain…. “Rencana saya dengan rencana Allah berbeda. Tapi, saya meyakini, rencana Allah pasti yang terbaik,” tegasnya. Berbagai komentar pun menyinggahi telinga Sanjaya dan Esther karena Cornelius dan Edwin tak mungkin meneruskan usaha. Tak sedikit yang menganggap realita ini musibah, terlebih karena garis keturunan mereka tak berlanjut. “Tetapi, kami menerimanya sebagai rahmat Tuhan yang luar biasa,” tandas Sanjaya.
Sejak kedua putranya masuk biara, kehidupan iman pasangan ini bertumbuh. Mereka aktif dalam pelayanan di Gereja, khususnya di Paroki St Yakobus Kelapa Gading. Sementara, dalam mengepakkan sayap usaha, pandangan mereka bergeser. “Ada hak orang-orang lain pada rezeki yang kami terima,” tutur pasangan yang peduli pada pendidikan anak-anak tak berpunya ini. Di usia menyongsong senja, pasangan ini tetap giat berkarya.Meski tak bisa mewariskan bisnisnya kepada Cornelius dan Edwin, tak ada sedikitpun sesal melekat di hati mereka. “Kami yakin, Tuhan yang telah memulainya dengan baik, akan menyelesaikannya dengan baik pula,” tukas Sanjaya.

Awal Juni 2013 ini, kebahagiaan menyelimuti pasangan ini karena kedua putra mereka datang ke Jakarta. Edwin yang baru ditahbiskan sebagai imam berkesempatan mempersembahkan rangkaian Ekaristi di beberapa kota, Misa Perdana di Paroki Santo Yakobus Kelapa Gading, Pondok si Boncel, Jakarta, Seminari Mertoyudan dan Gereja Ignatius, Magelang tempat keluarga besarnya berasal , dan di satu-satunya paroki di Indonesia yang dijalankan para imam Dominikan, Redemptor Mundi, Surabaya, juga termasuk di kediaman orangtuanya pada Kamis siang, 6 Juni 2013. Kebersamaan ini tentu tak berlangsung lama karena Edwin harus menjalankan tugas sebagai pastor yang diperbantukan di sebuah paroki di Youngstown, Ohio, dan Cornelius harus kembali ke Community of Saint John di Perancis, Perancis.
Semoga kisah ini menjadi berkat yang baik dan kesaksian yang menyentuh bagi umat Katolik di Indonesia..

Dan ada doa untuk para pastor yang saya ambil dari sesawi.net…. [Di berbagai milis katolik, beredar untaian doa khusus untuk para imam (pastor). Kita berterimakasih atas penggagas dan perumus doa yang indah ini ~ Mathias Hariyadi . ]
Berkah Dalem.

Doa untuk Para Pastor

Allah, Bapa Maha Pengasih dan Penyayang,

Pandanglah wajah Kristus,Putra-Mu,Imam Agung Abadi,

demi cinta kasih-Mu kepada-Nya,
Kami memohon,
limpahkanlah belas kasih-Mu kepada para imam.

Ingatlah, ya Bapa,
para imam kami adalah manusia biasa,
dengan segala kekuatan dan kelemahannya.

Kobarkanlah selalu dalam diri mereka,
Rahmat Panggilan yang telah Kaulimpahkan dan Kauresmikan,
dengan urapan Roh Kudus dan penumpangan tangan Uskup, sewaktu tahbisan.

Jagalah mereka agar selalu dekat dengan-Mu,
mampu menjadi tanda dan sarana persahabatan
maupun persaudaraan sejati dalam Gereja,
maupun dengan semua orang beriman
dari agama mana pun.

Jauhkanlah mereka dari segala sesuatu,
yang mengasingkan mereka dari-Mu
dan dari persekutuan umat-Mu.

Yesus, Allah Putra, Imam Agung Abadi,
jadilah Pengantara kami untuk berdoa,

bagi para imam-Mu, yang setia dan gigih dalam pelayanan di tengah umat-Mu,
bagi para imam-Mu, yang mendapat kesulitan dalam kesetiaan dan kegigihan berbakti,
bagi para imam-Mu, yang hidup tegar maupun yang bergulat dengan pelbagai godaan,
bagi para imam-Mu, yang berkarya penuh hiburan maupun yang berkarya dalam kesepian,
bagi para imam-Mu, yang melayani di tengah keramaian kota maupun yang di pelosok-pelosok,
bagi para imam-Mu, yang masih muda, yang tengah umur, maupun yang sudah lanjut usia,
bagi para imam-Mu, yang sehat maupun yang sedang sakit, bahkan yang menghadapi ajalnya,
bagi para imam-Mu, dalam keadaan apa pun juga.

Roh Kudus, Roh Penghibur,
Roh Kebijaksanaan dan Roh Pengudus,
curahkanlah damai Paskah dan kasih Pentakosta dalam para imam kami,

terutama imam yang mengantar kami pada Sakramen Baptis, untuk bersatu dalam Gereja-Mu,
para imam yang mengajak kami senantiasa berbalik kepada-Mu dan merayakan Sakramen tobat,
juga imam yang mengumpulkan kami di sekeliling altar untuk merayakan Ekaristi, Santapan kami,
imam yang dalam Krisma dan pendampingannya menolong kami menjadi dewasa dalam iman,
imam yang menyiapkan dan memberkati Perkawinan keluarga-keluarga kami,
imam yang membantu merasakan kasih-Mu, juga waktu sakit dan menyiapkan kami menghadapi hari-hari terakhir kami dengan Sakramen Pengurapan orang sakit,
semua imam yang bersama kami berusaha menjadi tanda dan sarana hadirnya kerajaan surga di tengah masyarakat kami.

Bunda Maria, Ratu para imam,
dampingi dan doakan kami
bersama para imam kami.
Kini dan sepanjang segala masa. Amien




1 komentar:

  1. Puji Tuhan...raja semesta alam..... Tuhan Yesus Kristus...
    AMIN <3 <3 <3

    BalasHapus