Santa Monika (332-387)
Teladan Ibu
Rumah Tangga
Pernahkah kalian berdoa memohon sesuatu dengan
sungguh-sungguh kepada Tuhan, tetapi tampaknya Tuhan belum mengabulkan doa
kalian. Kemudian kalian berdoa lagi dengan sungguh-sungguh dan berdoa lagi dan
berdoa lagi, tetapi tampaknya belum juga ada tanda-tanda bahwa Tuhan
mengabulkan doa kalian. Jika kalian pernah mengalami hal seperti itu, janganlah
berputus asa, bersandarlah tetap kepada Tuhan Allah-mu seperti yang dilakukan
oleh Santa Monika. Puluhan tahun lamanya ia berdoa barulah ia melihat bahwa
Tuhan menjawab doanya. Jadi janganlah
berputus asa, karena Tuhan punya suatu
rencana yang indah untukmu.
Monika, Ibu Santo Agustinus dari Hippo, adalah seorang ibu
teladan. Iman dan cara hidupnya yang terpuji patut dicontoh oleh ibu-ibu
Kristen terutama mereka yang anaknya tersesat oleh berbagai ajaran dan bujukan
dunia yang menyesatkan. Riwayat hidup Monika terpaut erat dengan hidup anaknya
Santo Agustinus yang terkenal bandel sejak masa mudanya.
Monika dilahirkan pada tahun 331 di Tagaste, Algeria, Afrika
Utara dari keluarga Kristen yang saleh dan taat beribadat. Leluhurnya bukan penduduk asli Afrika, tetapi
perantauan dari Venezia.
Ketika berusia 20 tahun, ia menikah dengan Patrisius,
seorang pemuda kafir yang bertabiat buruk dan cepat panas hatinya. Suaminya
bekerja sebagai pegawai tinggi pemerintahan kota setempat. Keluarga ini dikaruniai
tiga anak: Agustinus, Navigius, dan Perpetua (yang kelak menjadi pemimpin
biara).
Dalam kehidupannya bersama Patrisius, Monika mengalami
tekanan batin yang hebat karena ulah Patrisius dan anaknya Agustinus. Patrisius mencemoohkan dan menertawakan usaha
keras isterinya mendidik Agustinus menjadi seorang pemuda yang luhur budinya dan yang
memiliki kepribadian kristiani. Namun
semuanya itu ditanggungnya dengan sabar sambil tekun berdoa untuk memohon
campur tangan Tuhan. Bertahun-tahun lamanya tidak ada tanda apa pun bahwa
doanya dikabulkan Tuhan. Monika juga tiada
henti juga berdoa agar Tuhan membuka hati suaminya, sehingga berubah tabiatnya dan mau menjadi
pengikut Kristus.
Baru pada saat-saat terakhir hidupnya, Patrisius bertobat
dan minta dipermandikan, tahun 371
Patrisius meninggal. Mendekati ajalnya
ia bertobat dan minta di baptis. Bahkan ibu Patrisius pun juga dibaptis. Monika
sungguh bahagia dan mengalami rahmat Tuhan pada saat-saat kritis suaminya.
Ketika itu Agustinus berusia 18 tahun dan sedang menempuh
pendidikan di kota Kartago. Cara hidupnya semakin menggelisahkan hati ibunya
karena telah meninggalkan imannya dan memeluk ajaran Manikeisme yang sesat itu.
Lebih dari itu, di luar perkawinan yang sah, ia hidup dengan seorang wanita
hingga melahirkan seorang anak yang diberi nama Deodatus. Kehidupan yang
dilakoni Agustinus jauh dari yang diharapkan ibunya.
St Monika dan puteranya St Agustinus
Apa yang dilakukan Monika? Ia terus-menerus mendoakan
Agustinus, bahkan setiap hari ia mendoakan Agustinus agar bisa segera bertobat. Monika
begitu sedih mengingat anaknya hingga menitikkan air mata setiap berdoa kepada
Tuhan.
Namun, tampaknya tidak ada tanda-tanda bahwa Tuhan
mendengarkan doa Monika yang didaraskan dengan khusyuk. Ia tidak patah
semangat. Bahkan, ketika segalanya terasa tanpa harapan, ia terus berdoa dengan
satu harapan saja, yaitu Tuhan mendengarkan keluh kesahnya. Hingga pada suatu
ketika Tuhan mendengarkan keluh kesah Monika.
Tuhan menguatkannya lewat sebuah mimpi. Dalam mimpinya, Monika melihat dirinya berada di atas sebuah mistar kayu. Kemudian, datanglah seorang pemuda dengan wajah bercahaya. Ia bertanya, ”Mengapa Ibu bersedih? Apa yang menyebabkan Ibu bersedih setiap hari?
Monika menjawab dengan jujur. Ia sedih karena tidak tahan melihat kebiasaan suami dan anaknya. Pemuda itu mengajak Monika melihat dengan saksama, maka terlihat dengan segera bahwa Agustinus bersamanya berada di atas mistar. Lalu, kata pemuda itu, ”Di mana engkau berada, di situ dia berada.”
Tuhan menguatkannya lewat sebuah mimpi. Dalam mimpinya, Monika melihat dirinya berada di atas sebuah mistar kayu. Kemudian, datanglah seorang pemuda dengan wajah bercahaya. Ia bertanya, ”Mengapa Ibu bersedih? Apa yang menyebabkan Ibu bersedih setiap hari?
Monika menjawab dengan jujur. Ia sedih karena tidak tahan melihat kebiasaan suami dan anaknya. Pemuda itu mengajak Monika melihat dengan saksama, maka terlihat dengan segera bahwa Agustinus bersamanya berada di atas mistar. Lalu, kata pemuda itu, ”Di mana engkau berada, di situ dia berada.”
Pada tahun 383 Agustinus pergi ke Italia dengan maksud
menghindar dari ibunya. Agustinus
bersama Alypius, sahabatnya, hendak berangkat ke Roma dan Milan untuk mengajar.
Monika tidak setuju karena waktu itu Roma buruk peradabannya. Di pantai
menjelang keberangkatannya, Monika menawarkan hanya dua pilihan kepada
Agustinus: pulang dengannya atau Monika ikut dengan Agustinus ke Italia. Dengan
tipu dayanya Agustinus meninggalkan ibunya seorang diri di kapel Beato
Cyprianus yang terletak di tepi pantai, sementara ia dan Alypius berlayar ke
Italia.
Agustinus terus hidup dalam kubangan dosa. Monika tidak tega
membiarkan anaknya hidup dalam kegelapan rohani. Monika amat sedih, seorang diri ia menyusul
Agustinus ke Italia. Penderitaan berat ditanggungnya terutama karena kapal yang
ditumpanginya hampir karam karena badai. Di Italia, ia menyertai anaknya di Roma
maupun di Milano. Di Milano, Monika
berkenalan dengan Uskup Santo Ambrosius
dan bersahabat baik. Monika meminta
bantuan kepada uskup. Ia meminta uskup Ambrosius menasihati
Agustinus.
Agustinus mulai tertarik dengan khotbah dan ajaran-ajaran
Uskup Ambrosius. Akhirnya oleh teladan
dan bimbingan Ambrosius, Agustinus bertobat dan bertekad untuk hidup hanya bagi
Allah dan sesamanya hingga akhirnya dibaptis.
Dua bulan kemudian, yaitu bulan Juni tahun 387 Agustinus,
Alypius & Monika berencana pulang kembali ke Tagaste, Afrika. Dalam
perjalanan pulang mereka singgah di Ostia, di dekat muara sungai Tiber. Saat
itu bagi Monika merupakan puncak dari segala kebahagiaan hidupnya. Monika dan
Agustinus berdua saja berdiri bersandar pada jendela rumah persinggahan mereka.
Mereka terlibat dalam pembicaraan yang sangat menarik mengenai seperti apa
kiranya kehidupan para kudus di surga. Diliputi rasa bahagia yang amat sangat
Monika berkata kepada Agustinus, “Anakku, bagiku tidak ada lagi yang dapat
memukauku dalam kehidupan ini. Apa lagi yang dapat kuperbuat di dunia ini?
Untuk apa aku di sini? Entahlah, tak ada lagi yang kuharapkan dari dunia ini.
Ada satu hal saja yang tadinya masih membuat aku ingin tinggal cukup lama dalam
kehidupan ini, yaitu melihat engkau menjadi Kristen Katolik sebelum aku mati.
Keinginanku sudah dikabulkan secara berlimpah dalam apa yang telah diberikan
Allah kepadaku: kulihat kau sudah sampai meremehkan kebahagiaan dunia ini dan
menjadi hamba-Nya. Apa yang kuperbuat lagi di sini?”
Lima hari kemudian Monika jatuh sakit. Kepada kedua
puteranya, Agustinus dan Navigius, Monika berpesan, “Yang kuminta kepada kalian
hanyalah supaya kalian memperingati aku di altar Tuhan di mana saja kalian
berada.” Hanya supaya ia diingat di altar-Mu, itulah keinginannya. Sebab ia
telah melayani altar itu tanpa melewati satu hari pun. Pada hari yang
kesembilan Monika wafat dalam usia 56 tahun.
Santa Monika dihormati sebagai pelindung ibu rumah tangga.
Pestanya dirayakan setiap tanggal 27 Agustus.
Teladan hidup santa Monika menyatakan kepada kita bahwa doa
yang tak kunjung putus, tak dapat tiada akan didengarkan Tuhan.
"Allah yang
berbelas kasih, hiburlah mereka yang menderita, air mata Santa Monika
menggerakkan belas kasih-Mu untuk menobatkan puteranya, Santo Agustinus, kepada
iman akan Kristus.
Dengan bantuan
doa mereka, bantulah kami berbalik dari dosa-dosa kami dan memperoleh
pengampunan-Mu yang penuh belas kasih. Amin."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar