22 Oktober
Pesta St. Yohanes Paulus II
Siapa diantara kita yang tidak terkesan oleh Bapak Suci Paus Yohanes
Paulus II, seorang Paus yang paling menonjol diantara paus-paus lain dalam
Gereja Katolik. Dimana saja dan kemana saja beliau selalu disambut antusias
oleh seluruh Umat Katolik.
Paus Yohanes Paulus II yang lahir pada tanggal 18 Mei 1920 di Krakow,
Polandia. Nama aslinya adalah Karol Wojtyla, juga dikenal sebagai paus peziarah
karena beliau sudah banyak mengunjungi
negara-negara di dunia.
Beliau sangat aktif dan berpengaruh dalam Konsili Vatikan II. Pada tahun
1978 Beliau terpilih sebagai Paus. Paus
Yohanes Paulus II ini sangatlah dikagumi dunia karena beliau merupakan pemimpin
moral dan kepeduliannya terhadap kedamaian, kerukunan serta penderitaan manusia
amatlah besar sehingga Beliau mewartakan kabar keselamatan kepada seluruh umat
manusia di belahan dunia ini tanpa kenal lelah.
Nama Yohanes Paulus II disandangnya sejak 16 Oktober 1978. Kala itu sang Santo yang nama aslinya Karol
Jozef Wojtyla dipilih menjadi uskup Roma sekaligus pemimpin umat Katolik
sedunia. Karol Yosef Wojtyla lahir 18 Mei 1920 di Wadowice, Polandia Selatan.
Karol adalah anak
ketiga dari pasangan Karol Wojtyla dan Emilia Kaczorowska. Ayah Karol bekerja
sebagai opsir tentara Kekaiseran Habsburg-Austria.
Sejak remaja, Karol suka bermain bola kaki dan tak kepalang tanggung dia merupakan seorang kiper yang terkenal dalam kesebelasannya. Tahun 1939 Karol bersama ayahnya hijrah ke Krakow. Di sana ia masuk Universitas Jagiellonian. Karol memperdalam filologi dan beberapa bahasa asing. Kemampuan menguasai bahasa asing luar biasa. Dikisahkan bahwa pada waktu itu dia sudah menguasai 12 bahasa asing.
Tahun 1941 merupakan tahun kelabu bagi Karol muda. Ayah tercinta meninggal dunia karena serangan jantung, dalam medan tugas. "Saya tidak ada pada saat kematian ibu saya, saya tidak ada saat kematian kakak saya, saya juga tidak ada pada saat kematian ayah saya. Pada usia 20 tahun saya sudah kehilangan semua orang yang saya cintai," desah Karol. Peristiwa kelabu itu membuat Karol muda mulai serius menata masa depanya. Ada niatan untuk menjadi imam atau pastor. Oktober 1942 Karol memperjelas cita-citanya dengan masuk seminari rahasia yang dijalankan oleh Uskup Agung Krakow, Kardinal Adam Stefan. Ia juga selamat dalam sebuah penyerbuan Nazi Jerman ke seminari tempat Karol dan teman-temannya belajar. Karol terkenal juga sebagai seseorang yang banyak menyelamatkan nyawa orang Yahudi yang pada waktu itu dikejar dan dibunuh oleh Nazi Jerman.
Karol ditahbiskan menjadi imam Katolik pada 1 November 1946 oleh Uskup Agung Krakow, Kardinal Adam Stefann Sapieha di Karedral Krakow. Sesudah itu Karol berangkat ke Roma untuk belajar teologi di Universitas Kepausan Thomas Aquina. Bebera tahun kemudian ia menggondol gelar doktor dengan disertasinya: Doktrin Imam Menurut Santo Yohanes dari Salib. Usai menyandang gelar doktor, Dr. Karol kembali ke negara asalnya, Polandia dan bertugas sebagai pastor di paroki dan juga mengajar di beberapa perguruan tinggi. Ia banyak menulis dan menghasilkan karya ilmia lainnya.
Pada 4 Juli 1958 Pastor Karol diangkat oleh Paus Pius XII menjadi uskup pembantu di Krakow dan saat itu ia termasuk uskup yang termuda di Polandia, dengan usia 38 tahun. 16 Juli 1962 Uskup Karol diangkat menjadi administrator keuskupan karena Uskup Krakow waktu itu Eugeniusz Baziak meninggal dunia dan pada 13 Januari 1963 Paus Paulus VI mengangkatnya menjadi uskup agung di Krakow. Pada 26 Juni 1967 Paus Paulus VI mempromosikan sebagai kardinal dan dia dikenal dengan imam kardinal "Titulus San Caesareo de Appia".
Sejak Oktober 1962 Uskup Karol Wojtyla terlibat dalam konsili besar Gereja Katolik, Konsili Vatikan II dan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi pengembangan Gereja Katolik dewasa ini. Dokumen itu antara lain: Dignitatis Humanae (Kebebasan Beragama) Gaudium et Spes (Konstitusi Pastoral tentang Gereja dan Dunia).
Kardinal Karol Wojtyla pada 14 Oktober 1978 kembali mengikuti konklaf (rapat pemilihan paus) untuk kedua kalinya dalam jangka waktu tidak terlalu lama. Dalam sebulan itu Kardinal Karol telah mengikuti dua kali konklaf. Konklaf kedua karena Paus Yohanes Paulus I meninggal dunia. Mendiang Paus Yohanes Paulus I hanya 33 hari memimpin Gereja Katolik. Tak disangka dalam konklaf itu Kardinal Karol yang muncul sebagai calon alternatif kompromi justru dipilih oleh para bapa konklaf. Ia muncul sebagai orang yang memediasi kubu konservatif dan moderat dalam Gereja Katolik.
Sejak remaja, Karol suka bermain bola kaki dan tak kepalang tanggung dia merupakan seorang kiper yang terkenal dalam kesebelasannya. Tahun 1939 Karol bersama ayahnya hijrah ke Krakow. Di sana ia masuk Universitas Jagiellonian. Karol memperdalam filologi dan beberapa bahasa asing. Kemampuan menguasai bahasa asing luar biasa. Dikisahkan bahwa pada waktu itu dia sudah menguasai 12 bahasa asing.
Tahun 1941 merupakan tahun kelabu bagi Karol muda. Ayah tercinta meninggal dunia karena serangan jantung, dalam medan tugas. "Saya tidak ada pada saat kematian ibu saya, saya tidak ada saat kematian kakak saya, saya juga tidak ada pada saat kematian ayah saya. Pada usia 20 tahun saya sudah kehilangan semua orang yang saya cintai," desah Karol. Peristiwa kelabu itu membuat Karol muda mulai serius menata masa depanya. Ada niatan untuk menjadi imam atau pastor. Oktober 1942 Karol memperjelas cita-citanya dengan masuk seminari rahasia yang dijalankan oleh Uskup Agung Krakow, Kardinal Adam Stefan. Ia juga selamat dalam sebuah penyerbuan Nazi Jerman ke seminari tempat Karol dan teman-temannya belajar. Karol terkenal juga sebagai seseorang yang banyak menyelamatkan nyawa orang Yahudi yang pada waktu itu dikejar dan dibunuh oleh Nazi Jerman.
Karol ditahbiskan menjadi imam Katolik pada 1 November 1946 oleh Uskup Agung Krakow, Kardinal Adam Stefann Sapieha di Karedral Krakow. Sesudah itu Karol berangkat ke Roma untuk belajar teologi di Universitas Kepausan Thomas Aquina. Bebera tahun kemudian ia menggondol gelar doktor dengan disertasinya: Doktrin Imam Menurut Santo Yohanes dari Salib. Usai menyandang gelar doktor, Dr. Karol kembali ke negara asalnya, Polandia dan bertugas sebagai pastor di paroki dan juga mengajar di beberapa perguruan tinggi. Ia banyak menulis dan menghasilkan karya ilmia lainnya.
Pada 4 Juli 1958 Pastor Karol diangkat oleh Paus Pius XII menjadi uskup pembantu di Krakow dan saat itu ia termasuk uskup yang termuda di Polandia, dengan usia 38 tahun. 16 Juli 1962 Uskup Karol diangkat menjadi administrator keuskupan karena Uskup Krakow waktu itu Eugeniusz Baziak meninggal dunia dan pada 13 Januari 1963 Paus Paulus VI mengangkatnya menjadi uskup agung di Krakow. Pada 26 Juni 1967 Paus Paulus VI mempromosikan sebagai kardinal dan dia dikenal dengan imam kardinal "Titulus San Caesareo de Appia".
Sejak Oktober 1962 Uskup Karol Wojtyla terlibat dalam konsili besar Gereja Katolik, Konsili Vatikan II dan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi pengembangan Gereja Katolik dewasa ini. Dokumen itu antara lain: Dignitatis Humanae (Kebebasan Beragama) Gaudium et Spes (Konstitusi Pastoral tentang Gereja dan Dunia).
Kardinal Karol Wojtyla pada 14 Oktober 1978 kembali mengikuti konklaf (rapat pemilihan paus) untuk kedua kalinya dalam jangka waktu tidak terlalu lama. Dalam sebulan itu Kardinal Karol telah mengikuti dua kali konklaf. Konklaf kedua karena Paus Yohanes Paulus I meninggal dunia. Mendiang Paus Yohanes Paulus I hanya 33 hari memimpin Gereja Katolik. Tak disangka dalam konklaf itu Kardinal Karol yang muncul sebagai calon alternatif kompromi justru dipilih oleh para bapa konklaf. Ia muncul sebagai orang yang memediasi kubu konservatif dan moderat dalam Gereja Katolik.
Pada akhirnya Kardinal
Karol Jozep Wojtyla pada saat itu memecahkan rekor "telur tradisi".
Hal-hal yang patut kita catat adalah: ia merupakan orang pertama dari luar
Italia yang dipilih menjadi Paus semenjak tahun 455. Ia juga merupakan Paus
termuda terhitung sejak Paus Pius IX tahun 1846. Mendiang Paus ini menolak penobatan menjadi
Paus dengan tata-cara ritual kerajaan, ia lebih suka menerima penobatan secara
grejawi yang sederhana dan dilaksanakan 22 Oktober 1978. Ia telah melakukan
kunjungan ke 129 negara, mencatat sejarah menjadi pemimpin dunia yang paling
banyak berkunjung ke negara-negara lain.
31 Maret
2005 akibat dari infeksi
saluran kemih, Yohanes Paulus II mengalami septic shocksebuah
gejala penyebaran infeksi dengan demam tinggi dan tekanan darah turun, namun
dia tidak dibawa ke rumah sakit. Namun mendapat pengawasan medis dari tim
perawat di tempat tinggal pribadinya. Ini menandakan bahwa paus sudah mendekati
ajalnya; kemungkinan juga karena keinginannya untuk meninggal di Vatikan. Hari
itu juga, sumber Vatikan mengumumkan bahwa Yohanes Paulus II telah
mendapat Sakramen pengurapan
orang sakitoleh teman dan sekretarisnya Stanisław
Dziwisz. Selama hari-hari terakhir kehidupan Paus, cahaya tetap
dinyalakan menerangi malam dimana dia tinggal di lantai atas Istana Apostolik. Puluhan
ribu umat berkumpul di Lapangan
Santo Petrus dan jalan-jalan sekitarnya selama dua hari.
Mendengar kabar ini, paus yang sedang sekarang berkata: “Saya telah mencari
untuk Anda, dan kini Anda telah datang kepada saya, dan saya berterima kasih.”
Sabtu, 2
April 2005, sekitar pukul 15.30 CEST,
Yohanes Paulus II mengatakan kata terakhirnya, “pozwólcie mi odejść do domu Ojca”, (“biarkan aku pergi ke
rumah Bapa”), kepada pendampingnya, dan mengalami koma sekitar empat
jam kemudian. Misa persiapan Minggu
Kerahiman Ilahi memperingati kanonisasiMaria
Faustina Kowalska pada 30 April 2000, baru dilakukan di
sisi ranjangnya, dipimpin oleh Stanisław Dziwisz dan bersama dua pendamping
Polandia. Juga hadir Kardinal dari Ukraina yang pernah melayani menjadi pastor
bersama Paus di Polandia, juga beberapa biarawati Polandia dari Kongregasi
Suster-suster Hati Kudus Yesus (Congregation of the Sisters
Servants of the Most Sacred Heart of Jesus), yang melayani rumah tangga
kepausan. Ia meninggal di apartemen pribadinya jam 21:37 CEST (19:37 UTC) karena
kegagalan jantung akibat tekanan darah
rendah dan kegagalan peredaran darah.
Kematian
Paus Yohanes Paulus II diiringi ritual berusia
berabad-abad lamanya dan tradisi yang
berawal sejak masa pertengahan. Upacara
Pengunjungan berlangsung dari 4 April hingga pagi
hari tanggal 8 April di
Basilika Santo Petrus. Testamen Paus Yohanes Paulus II yang dipublikasikan pada
7 April mengungapkan bahwa paus berkeinginan dimakamkan di tanah
kelahirannya Polandia namun tergantung dari para Kardinal, yang memutuskan
untuk dikebumikan di gua-gua di bawah basilika.
Pada 8 April, pukul 8.00
pagi UTC, Misa Requiem dipimpin
oleh Kardinal Joseph
Ratzinger sebagai Dekan Dewan Kardinal dan dihadiri lebih dari
180 orang Kardinal dari berbagai negara. Misa ini menjadi misa yang memecahkan
rekor dunia dalam hal jumlah kehadiran umat dan banyaknya kepala negara yang
hadir. Ini adalah moment berkumpulnya para kepala negara terbesar dalam
sejarah, mengalahkan pemakaman Winston Churchill (1965)
dan Josip Broz
Tito (1980). Empat raja, lima ratu, dan sedikitnya 70 presiden
dan perdana menteri, serta lebih dari 14 pimpinan agama selain Katolik,
menghadiri pemakaman.
Peristiwa
ini juga mungkin menjadi ziarah Kristen
terbesar dalam sejarah, dengan perkiraan empat juta orang berkumpul
dalam perkabungan di Roma. Sekitar 250.000 sampai 300.000 orang mengikuti
peristiwa ini di Vatikan. Dekan Para Kardinal, Kardinal
Joseph Ratzinger, yang kemudian menjadi paus berikutnya, memimpin
upacara. Yohanes Paulus II dikebumikan di gua di bawah basilika, makam para
Paus. Ia dikebumikan di liang makam yang sebelumnya dipakai jenazah Paus Yohanes XXIII.
Liang itu telah dikosongkan ketika jenazah Paus Yohanes XXIII dipindahkan ke
ruang lain di basilika setelah dibeatifikasi.
Sejak wafatnya Yohanes Paulus II, sejumlah imam di Vatikan dan kaum awam
di seluruh dunia telah menyebutnya "John Paul The Great"; sepanjang
sejarah hanya empat paus yang disebut demikian, dan ia adalah yang pertama pada
milenium ini.
Hukum Kanonik mengatakan bahwa tidak ada proses resmi untuk menyatakan
seorang Paus mendapatkan gelar "Yang Agung"; gelar ini muncul sendiri
melalui penggunaan populer dan terus menerus, seperti juga pada kasus pemimpin
sekuler (sebagai contoh, Aleksander III dari Makedonia menjadi populer dan
dikenal sebagai Aleksander Agung. Tiga paus saat ini yang diketahui menyandang
"Yang Agung" adalah St.Paus Leo I, yang memimpin dari 440-461 dan
membujuk Attila (Attila the Hun) untuk mundur dari Roma; St.Paus Gregorius I,
590-604, yang mengilhami penamaan kidung Gregorian; dan Paus Nikolas I,
858-867.
Terinspirasi dari
seruan “Santo Subito!” (“jadikan Santo Segera!”) dari
kerumunan umat pada saat pemakamannya, Paus
Benediktus XVI memulai proses beatifikasi kepada
pendahulunya, melewati batasan normal bahwa lima tahun harus berlalu setelah
wafatnya seseorang sebelum proses beatifiksi bisa dimulai.Pada audiensi dengan
Paus Benediktus XVI, Camillo Ruini, Vikaris Jenderal Keuskupan Roma dan orang
yang bertanggung jawab untuk mempromosikan alasan kanonisasi seseorang yang
meninggal dalam keuskupan, mengutip “keadaan luar biasa” yang menyebabkan masa
menunggu bisa diabaikan. Keputusan ini diumumkan pada 13 Mei 2005, pada
Perayaan Our Lady of Fátima dan peringatan 24 tahun percobaan
pembunuhan Yohanes Paulus II di lapangan
Santo Petrus.
Pada awal 2006, dilaporkan bahwa
Vatikan sedang menyelidiki kemungkinan mukjizat terkait
dengan Yohanes Paulus II.
Tentang
mujizat- mujizat yang terjadi atas doa syafaat Paus Yohanes Paulus II semasa
hidupnya telah banyak dicatat, dan demikian beberapa contohnya yang kami
sarikan dari artikel Miraculous Healings
attributed to John Paul II, dikutip
dari majalah Love one Another, number 5, by the Society of Christ,
Sterling Heights, Michigan USA, 2005, p. 12-13:
1. Kesembuhan Kardinal Marchisano, pembantu
Paus Yohanes Paulus II, dan rektor basilika St. Petrus: Pada tahun 2000 ia
mengalami kesalahan operasi arteri lehernya, yang menyebabkan pita suara
kanannya rusak, sehingga ia sangat sulit untuk berbicara, dan suaranya tidak
dapat terdengar dan tak dapat dimengerti. Pada saat Paus Yohanes
mengunjunginya, dan meletakkan tangannya pada tenggorokannya itu, ia berdoa,
dan mengatakan, “Jangan takut, lihatlah, Tuhan akan memberikan suaramu itu
kembali kepadamu.” Seketika itu juga Kardinal Marchisano mengalami kesembuhan
total.
2. Kesembuhan Victoria Szechinskis: Victoria
lahir pada tahun 1982 dan didiagnosa mempunyai tumor yang mematikan di dadanya.
Keluarga Szechinskis hidup di Toronto Kanada. Pada tahun 1985 dalam audiensi
dengan Bapa Paus di Roma, ibunya Danuta, membawa Victoria untuk bertemu dengan
Bapa Paus dan didoakan olehnya. Bapa Paus menghampiri mereka dan menggendong
Victoria, sambil berkata kepada ibunya, “Berdoalah dan percayalah kepada Tuhan.
Jika Tuhan memutuskan agar Victoria harus kembali kepada-Nya, Ia akan mengambil
Victoria bagi-Nya. Jika Ia menghendaki Victoria untuk tetap bersamamu, itu yang
akan terjadi. Perlakukanlah Victoria sama seperti engkau memperlakukan anak-
anakmu yang lain. Itulah yang dikehendaki Tuhan.” Sekembalinya ke Kanada,
Victoria merasakan sakit yang sangat sehingga dilarikan ke Rumah Sakit.
Keluarga memperkirakan ia akan segera meninggal, sehingga akhirnya ia dibawa pulang
ke rumah. Namun kemudian di rumah, mujizat terjadi, kondisinya membaik.
Kemudian aneka test dilakukan, dan hasilnya menunjukkan bahwa tumor itu telah
lenyap. Victoria bertumbuh normal, dan pada saat artikel dituliskan, ia berumur
22 tahun, sehat, senang berolah raga dan mendaki gunung.
3. Paus Yohanes Paulus II meletakkan
tangannya atas kepala seorang anak perempuan yang buta, dalam kunjungannya ke
Puerto Rico, Oktober 1984. Sekembalinya ke rumah, anak itu dapat melihat.
4. Pada saat audiensi umum pada tanggal 14
Maret 1979, Paus Yohanes Paulus II mencium Kay Kelly, seorang penderita kanker,
yang hidup di Liverpool. Beberapa bulan kemudian kanker itu hilang semuanya.
5. Di bulan November 1980, pada saat gempa
terjadi di Italia, Emilio Cocconi, 16 tahun, terkubur hidup- hidup. Walaupun
kemudian ia dapat diselamatkan, namun kaki kirinya tidak dapat berfungsi. Paus
bertemu dengannya pada saat Paus mengunjungi daerah gempa tersebut dan
menghiburnya. Empat tahun kemudian (1984) Emilio bertemu kembali dengan Paus
pada saat audiensi di Roma. Paus memberkatinya, dan mengatakan, “Tuhan yang
Mahabaik akan menolongmu.” Empat minggu kemudian, anak muda itu sembuh.
6. Pada tahun 1981, dalam kunjungannya ke
Manila, Filipina, Paus mendoakan dan meletakkan tangannya atas seorang
biarawati, Madre Vangie, 51 tahun yang tubuhnya cacat dan harus bergantung
kepada kursi roda. Beberapa menit kemudian, suster tersebut dapat berdiri
tegak, sembuh sepenuhnya, dan meninggalkan kursi rodanya.
7. Di bulan Januari 1980 di Castel Gondolfo,
Paus bertemu dengan Stefani Mosca, seorang anak perempuan berumur 10 tahun yang
cacat tubuh. Paus menghibur dan menciumnya. Beberapa waktu kemudian ia sembuh.
8. Pada tahun 1990, Paus Yohanes Paulus II
memberkati dan mencium Helano Mireles, seorang bocah Meksiko yang berusia 4
tahun, yang menderita leukemia. Penyakitnya hilang seketika setelah Paus
memberkatinya. Hal ini disaksikan oleh Kardinal Javier Lozano Berragan, yang
kemudian memberikan kesaksian atas mujizat kesembuhan ini.
Di samping mujizat- mujizat ini, kita
mengingat bahwa semasa hidupnya, Paus Yohanes Paulus II sangat dihormati,
justru karena kesederhanaannya dan ketulusan kasih yang ditunjukkannya,
sehingga melalui dia, orang dapat mengalami kasih Kristus. Tak mengherankan,
bahwa pada saat pemakamannya, jumlah peziarah yang hadir mencapai sekitar 4
juta orang. Beritanya dicatat oleh sekitar 6000 jurnalis; acaranya dihadiri
oleh 180 pemimpin negara dan diliput oleh 137 stasiun televisi dari 81 negara.
Para komentator setuju bahwa acara ini merupakan yang terbesar sepanjang
sejarah manusia.
Paus Yohanes Paulus II adalah seorang pendoa
dan seorang mystic, sehingga Kristus dapat bertindak melalui dia dan
menyatakan kasih-Nya. Paus sangat menghormati setiap orang dan menuntut agar
hak dasar terhadap kemerdekaan suara hati dihormati, demikian juga hak untuk
hidup dari saat konsepsi sampai kematian yang wajar. Paus tidak pernah
berbicara buruk tentang orang lain dan memperlakukan orang lain dengan
kebencian. Pada saat yang sama, Ia mewartakan Kebenaran Wahyu tanpa takut….
dengan keberanian yang besar ia mewartakan kebenaran- kebenaran Iman walaupun
hal- hal itu tidak nyaman/ tidak populer di telinga para pendengarnya. Ia
berjalan menerjang arus, tanpa berkompromi dan tanpa menjadikan kebenaran-
kebenaran Tuhan sebagai sesuatu yang relatif…. Pesannya yang terkenal sepanjang
pontifikatnya adalah: “Jangan takut untuk membuka pintu hatimu untuk Kristus!
Jangan takut untuk memohon kepada Kristus setiap hari, “Tuhan, aku ingin
menjadi kudus, yaitu untuk mengatakan, seperti yang Kauingini terjadi atasku.”
Jangan takut untuk mengikuti Kristus setiap hari, dan untuk melaksanakan Injil
dan perintah- perintah-Nya. Jangan takut untuk memasrahkan dirimu sepenuhnya
kepada Kristus….” (lihat artikel He Changed the Course of World History, majalah Love One Another, vol 5, 2005, p.
4-8).
Pesta Santo Paus Yohanes Paulus II dirayakan
setiap 22 Oktober.
kunjungan Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia tahun 1989
Santo Yohanes Paulus II,
doakanlah kami. Amin
sumber: http://www.katolisitas.org,
Hubertus Agustus Lidy, www.carmelia.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar